Sudah tidak asing lagi dengan kata pacaran, pacaran juga dipahami sebagai proses mengenal satu sama lain dan memahami karakter atau sifat pasangan masing-masing. Pacaran biasanya dilakukan oleh kaum muda yang belum menikah. Pacaran berasal dari kata ''pacar'' yang berarti teman lawan jenis yang tetap dan memiliki hubungan berdasarkan cinta kasih atau bisa disebut juga kekasih.
Hukum pacaran dalam islam dilarang sebagaimana sabda Rasulullah SAW sebagai berikut:
''Tidak boleh antara laki-laki dan wanita beduaan kecuali disertai oleh muhrimnya, dan seorang wanita tidak boleh berpergian kecuali ditemani oleh muhrimnya.''(HR. Muslim)
Islam melarang untuk berpacaran karena mendekati perbuatan zina. Sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur'an surah Al-Isra' ayat 32
Artinya: ''Dan janganlah kamu mendekati zina, zina itu sungguh suatu perbuatan keji, dan suatu jalan yang buruk.'' (QS. Al-Isra' ayat 32)
Nabi Muhammad juga menegaskan bahwa laki-laki dan perempuan tidak dipebolekan beduaan. Sebagaimana dalam hadist berikut:
Artinya: ''Dari Ibnu Abbas ra. Ia bekata: aku mendengar rasulullah SAW bekhutbah, ia bekata: jangan sekali-kali seorang laki-laki berhalwat dengan seorang perempuan kecuali beserta ada mahramnya, dan janganlah seorang perempuan melakukan musafir kecuali beserta ada mahramnya.''
Dalam islam sudah diatur suatu hubungan pendekatan sebelum menikah atau disebut juga ta'aruf. Ta'aruf sendiri dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), ta'aruf dimaknai sebagai perkenalan antara lawan jenis. Sederhananya ta'aruf adalah proses perkenalan yang dilakukan oleh laki-laki pada perempuan yang didampingi oleh pihak ketiga. Ta'aruf dilakukan sebagai upaya untuk menemukan kecocokan antara kedua individu, sebelum menuju ketahap selanjutnya yakni khitbah (lamaran). Ta'aruf lebih dianjurkan dalam islam daripada pacaran sebelum tahap perkawinan. Karena pacaran tidak menjamin bahwa akan hidup bahagia sampai pernikahan bahkan sampai ajal menjemput. Sebagaimana sabda Rasulullah tentang anjuran untuk menikah:
* ( )
Artinya: ''Hai sekalian pemuda, barang siapa diantara kamu yang telah sanggup melaksanakan akad nikah, hendaklah melaksanakannya. Maka sesungguhnya melakukan akad nikah itu dapat menjaga pandangan dan memelihara farji(kemaluan), dan barang siapa yang belum sanggup hendaklah ia bepuasa (sunat), maka sesungguhnya puasa itu perisai baginya.'' (Muttafaq Alaih).