Sejarah filsafat islam mencatat bahwa al-ghazali pada mulanya dikenal sebagai orang yang ragu terhadap berbagai ilmu pengetahuan. baik ilmu yang dicapai melalui panca indra maupun akal pikiran. ia misalkan ragu terhadap ilmu kalam(teologi) yang dipelajarinya dari al juwaini. hal ini disebabkan dalam ilmu kalam terdapat beberapa aliran yang sangat bertentangan, sehingga dapat membingungkan dalam menetapkan aliran mana yang betul-betul benar diantara semua aliran.
al-ghazali dilanda keraguan-keraguan, skeptis terhadap ilmu-ilmu yang dipelajarinya (hukum,teologi dan filsafat), kegunaan pekerjaannya. dan karya-karya yang dihasilkannya, sehingga ia menderita penyakit selama dua bulan dan sulit diobati. karena itu ia tidak dapat menjalankan tugasnya sebagai guru besar di madrasah nizhamiyah. akhirnya ia meninggalkan baghdad menuju damaskus dan menetap selama dua tahun dan ia melakukan uzlah, riyadhoh dan mujahadah. kemudia ia pindah ke bait al-maqdis palestina untuk melaksanakan ibadah serupa, setelah itu tergerak hatinya untuk menunaikan ibadah haji dan menziarahi maqam rasulullah. sepulang dari tanah suci al-ghazali mengunjungi kota kelahirannya thus disinipun ia tetap berkholwat. keadaan skeptis al-ghazali berlangsung selama sepuluh tahun. pada priode itulah ia menulis karyanya yang spektakuler
sebagaimana halnya dalam ilmu kalam, dalam ilmu filsafat pun al-ghazali meragukannya, karena dalam filsafat dijumpai argumen-argumen yang tidak kuat, dan menurut keyakinannya ada yang bertentangan dengan agama islam. ia akhirnya mengambil sikap menentang filsafat. pada saat inilah al-ghazali menulis buku yang berjudul maqasid al-falsafah. buku ini dikarangnya untuk kemudian mengkritik dan menghantam filsafat. kritik itu muncul dalam bukunya yang berjudul tahaful al-falsafah. pada akhirnya perjalanan intelektualnya, tasawuflah yang dapat menghilangkan rasa keraguan yang lama mengganggu diri al-ghazali. dalam tasawuf ia memperoleh keyakinan yang dicari-carinya. pengetahuan mistiklah, cahaya yang diturunkan tuhan ke dalam dirinya, itulah yang membuat al-ghazali memperoleh keyakinan kembali.
untuk mengetahui pandangan dan pemikiran al-ghazali dalam pendidikan dapat diketahui antara lain dengan cara mengetahui dan memahami pemikirannya yang berkenan dengan berbagai aspek yang berkaitan dengan pendidikan, yaitu aspek peranan pendidikan, tujuan pendidikan, kurikulum pendidikan, metode pendidikan, etika guru dan etika murid.
1. peranan pendidikan
al-ghazali termasuk kedalam kelompok sufistik yang banyak menaruh perhatian yang besar dalam pendidikan. karena pendidikan yang banyak menentukan corak kehidupan suatu bangsa. demikian hasil pengamatan ahmad fuad al-ahwani terhadap pemikiran al-ghazali . sementara itu H.M. Arifin mengatakan, bila dipandang dari segi filosofis, al-ghazali adalah penganut falam idealism yang konsekuen terhadap agama sebagai dasar pandangannya. dalam masalah pendidikan al-ghazali lebih cenderung berpaham empirisme. hal ini antara lain disebabkan karena ia sangat menekan pengaruh pendidikan terhadap anak didik. menurutnya seorang anak tergantung kepada orang tua dan orang yang mendidiknya. hati seorang anak itu bersih, murni laksana permata yang sangat berharga, sederhana dan bersih dari gambaran apapun.
2. Tujuan pendidikan
setelah menjelaskan peranan pendidikan sebagaimana diuraikan diatas, al-ghazali lebih lanjut menjelaskan tujuan pendidikan. menurutnya tujuan pendidikan adalah untuk mendekatkan diri kepada allah, bukan untuk mencari kedudukan yang menghasilkan uang. karena jika tujuan pendidikan diarahkan bukan pada mendekatkan diri pada allah swt. akan dapat menimbulkan kedengkian, kebencian, permusuhan
pendapat al-ghazali tersebut cenderung pada isi keruhanian dan sejalan dengan filsafat al-ghazali yang bercorak tasawuf. maka sasaran pendidikan menurut al-ghazali adalah kesempurnaan insani didunia dan akhirat. dan manusia akan sampai kepada tingkat kesempurnaan itu hanya dengan menguasai sifat kemanusiaan melalui jalur ilmu. keutamaan itulah yang sehingga ia menjadi bahagia di akhirat .
3. pendidik (guru)
al-ghazali berpandangan idealistik terhadap propesi guru. idealisasi guru menurutnya adalah orang yang berilmu., beramal dan mengajar. disini al-ghazali menekankan perlunya keterpaduan ilmu dengan amal. ia menyerupakan guru sejati dengan matahari yang menyinari disekelilingnya, dan dengan minyak wangi (misk) yang membuat harum disekitarnya.