Vitamin C menjadi salah satu nutrisi yang sangat diperlukan tubuh dan harus dipenuhi setiap harinya. Banyaknya manfaat yang didapatkan ketika mengonsumsi vitamin C mengharuskan semua orang untuk memenuhi kebutuhan vitamin C-nya. Asupan vitamin C yang dibutuhkan oleh bayi diatas satu tahun sebanyak 40-45 mg, sedangkan pada remaja di atas 12 tahun kurang lebih 65-90 mg. Di samping itu, dewasa di atas 18 tahun membutuhkan sekitar 75-90 mg. Berbeda halnya dengan kebutuhan vitamin C pada ibu hamil dan ibu yang sedang menyusui (Kementrian Kesehatan Indonesia dalam AKG tahun 2019).
Prevalensi akibat defisiensi vitamin C tahun 2018 di dunia berkisar 73,9%. Prevalensi defisiensi vitamin C tahun 2018 di Indonesia pada usia dewasa menurut perhitungan dengan probability methode (PBM) sekitar 71,4%. (Putri et al., 2022). Perhitungan prevalensi defisiensi vitamin C di Indonesia pada tahun 2016 jika menggunakan Cut-off Point Methode (CPM) mencapai angka 81,7%. Pada penelitian yang menggunakan subjek perkebunan teh Purbasari di Jawa Barat pada 2011, prevalensi defisiensi vitamin C mencapai 45% dengan rincian total 98 dengan rentang usia 39-50 tahun yang terdiri dari 45 laki-laki dan 53 perempuan. (Rowe and Carr, 2020)
Masalah gizi memang tidak terlepas dari kekurangan atau kelebihan kandungan zat gizi pada makaanan yang dikonsumsi. Lalu apa yang terjadi ketika tubuh kurang menerima asupan vitamin C? Pauling (1981) dalam Douglas (2001) menyatakan bahwa defisiensi vitamin C juga dapat melemahkan serat kolagen tubuh oleh karena terganggunya proses sintesis kolagen yang membutuhkan vitamin C. Kondisi inilah yang patut diwaspadai. Kebutuhan vitamin C yang tidak terpenuhi dapat menyebabkan suatu penyakit langka. Akan tetapi, penyakit ini jarang terjadi dikarenakan vitamin C sangat mudah untuk di temukan pada berbagai macam buah dan sayuran sehingga tidak sulit untuk memenuhinya. Penyakit kekurangan vitamin C ini disebut juga dengan scurvy atau skorbut.
Gejala awal scurvy pada orang dewasa sangat bervariasi dan tidak khas. Gejala awal dari scurvy antara lain demam ringan, penurunan nafsu makan, iritabilitas yang diikuti dengan kelainan kulit muskuloskeletal. Kelainan kulit pada scurvy seperti hyperkeratosis folikuler, rambut berbentuk ulir, perdarahan kulit, dan selaput lendir. Di samping gejala awal scurvy yang tidak khas, scurvy yang berkepanjangan akan menyebabkan komplikasi pada penderita meliputi sakit kuning, anemia, gigi tanggal, pembengkakan dan pendarahan pada gusi, kejang, mati rasa di kaki dan tangan, serta dapat menyebabkan kematian.
Pencegahan scurvy dapat dilakukan dengan pemenuhan kebutuhan vitamin C dalam tubuh melalui makanan ataupun dengan mengonsumsi suplemen vitamin C sesuai dengan angka kecukupan yang disarankan. Penderita scurvy umumnya memiliki kadar vitamin C dalam darah kurang dari 0,2 mg/dL (11 mikromol/L). Sementara itu, kadar normal vitamin C dalam darah adalah 0,42 mg/dL (23114 mikromol/L).
Vitamin C yang tereduksi berbentuk asam askorbat yang penting untuk mengaktifkan enzim prolil hidroksilase, yang menunjang tahap hidroksilasi dalam pembentukan hidroksipolin, suatu unsure integral kolagen. Tanpa asam askorbat, serabut kolagen yang terbentuk di semua jaringan tubuh menjadi cacat dan lemah. Oleh sebab itu, vitamin ini penting untuk pertumbuhan dan kekurangan serabut di jaringan subkutan, kartilago, tulang, dan gigi (Guyton, 2007). Oleh Karena itu, ketersediaan vitamin C dalam tubuh sangat memengaruhi kondisi kesehatan terlebih lagi pencegahan dari penyakit scurvy.
DAFTAR PUSTAKA
Amaliya. (2020) Vitamin C dan Penyakit Periodental Dari Scurvy Hingga Periodntitis. Edisi pertama. Sukabumi. Tersedia di https://www.google.co.id/books/edition/Vitamin_C_dan_Penyakit_Periodontal_Dari/GEcREAAAQBAJ?hl=id&gbpv=1&dq=scurvy&pg=PA17&printsec=frontcoverv (diakses pada 27 September 2023).
Hidayati, A. N. (2022) Diagnosis Klinis, Labolatoris, Radiologis, dan Ex-Juvantibus Skorbut Pedriatik. Tersedia di https://unair.ac.id/diagnosis-klinis-laboratoris-radiologis-dan-ex-juvantibus-skorbut-pediatrik/ (diakses pada 26 September 2023).
Pittara. (2022). Skorbut. Tersedia di https://www.alodokter.com/skorbut. (Diakses pada 26 September 2023).