Lihat ke Halaman Asli

Siti Delianti

Undergraduate Political Science Student, Universitas Indonesia

Menilik Implementasi Kebijakan Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga

Diperbarui: 20 Desember 2023   20:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI (2022)

Pendahuluan 

Berdasarkan informasi yang disampaikan oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) hingga bulan Oktober 2022, tercatat terdapat 18.261 insiden Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) di seluruh wilayah Indonesia (Komnas Perempuan, n.d.). Melalui data tersebut, kita dapat merefleksikan sejenak bahwasanya perempuan memegang mayoritas sebagai korban dari perlakuan KDRT. Perlakuan tersebut umumnya terkait dengan norma-norma budaya patriarki yang masih dinormalisasi di Indonesia, di mana laki-laki diutamakan dalam berbagai aspek sehingga perempuan kerap kali diabaikan. Selain itu, adanya pandangan bahwa kekuatan melekat pada laki-laki dan kelemahan pada perempuan juga menyebabkan rendahnya pelaporan kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT). 

Maka dari itu, pemerintah mengeluarkan UU Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga yang menjelaskan bahwa kekerasan dalam lingkup rumah tangga didefinisikan sebagai segala tindakan terhadap individu, khususnya perempuan, yang mengakibatkan penderitaan atau kesengsaraan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau pengabaian tanggung jawab rumah tangga. Bentuk kekerasan tersebut mencakup ancaman untuk melakukan tindakan, pemaksaan, atau penghapusan kebebasan secara tidak sah dalam konteks kehidupan keluarga. Adapun tujuan dari pembentukan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UU PKDRT), sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 4, mencakup:

1) Menghindari terjadinya segala bentuk kekerasan dalam lingkup rumah tangga;

2) Menjaga keamanan korban kekerasan dalam rumah tangga;

3) Mengambil tindakan terhadap pelaku kekerasan dalam rumah tangga;

4) Menjaga keutuhan rumah tangga agar tetap harmonis dan sejahtera.

Melalui data konkrit dan peran pemerintah terkait KDRT, penulis mencoba mengangkat kasus kekerasan dalam rumah tangga yang nyatanya terjadi pada salah satu pasangan suami istri dari kalangan selebritas akhir-akhir ini, yakni Rizky Billar dan Lesti Kejora. Kasus ini diawali dengan laporan Lesti terhadap suaminya ke Polres Metro Jakarta Selatan pada malam Rabu, tanggal 28 September 2022, atas dugaan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT). Dalam dokumen laporan polisi, terungkap bahwa Rizky Billar diduga melakukan dua tindak pidana KDRT terhadap Lesti pada pukul 02.30 dan 10.00 pagi pada tanggal yang sama. Laporan tersebut mencatat bahwa Billar melakukan tindakan mencekik, mendorong, serta melempar istrinya, di mana menyebabkan Lesti harus menjalani perawatan di rumah sakit setelah peristiwa tersebut. Maka dari itu, Lesti menjalani pemeriksaan visum sebagai proses dari pengambilan bukti yang disajikan kepada polisi terkait kasus dugaan KDRT. Hasil visum yang telah dilakukan oleh pihak kepolisian menegaskan bahwa Lesti mutlak mengalami tindakan KDRT dari suaminya, yakni Rizky Billar. 

Rumusan Permasalahan

Berdasarkan data kasus terjadinya KDRT yang didominasi oleh korban perempuan dan hadirnya UU Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga sebagai bentuk respons pemerintah untuk mencegah perluasan kasus KDRT, penulis berupaya untuk menganalisis keterlibatan kasus konkrit KDRT dengan implementasi UU PKDRT sebagai produk hukum yang diharapkan dapat berjalan dengan optimal. Maka dari itu, penulis merumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut, "bagaimana kebijakan UU No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga berkontribusi terhadap penanganan dan pencegahan kasus KDRT di Indonesia?"

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline