Banyak kejadian pemilu curang, tetapi tak ada yang menyamai apa yang terjadi di Indonesia kali ini. Tak disangka tak dinyana terjadi pada abad milenium ini. Kecurangan yang hanya pantas terjadi pada masayarakat primitif.
Bagaimana bisa semua aturan dan kepatutan ditabrak? Mulai dari penetapan DPT yang tidak bersumber dari Disdukcapil melainkan dari DPT Pemilu periode lalu. 30 juta mata pilih diragukan keberadaannya. Tuntutan berbagai pihak agar masalah ini dituntaskan sebelum pemilu tak digubris oleh KPU maupun Kemendagri sebagai pembina politik.
Kasus KTP siluman yang berceceran dan warga negara asing memperoleh eKTP entah untuk tujuan apa.
Surat suara tercoblos dan pencoblosan secara ilegal terjadi dimana-mana.
Tiba waktu penghitungan suara, muncullah kejadian yang mengejutkan itu. Pegawai KPU yang sejatinya adalah penyelenggara pemungutan dan penghitungan suara, merekayasa hasil pemilu sesuka hati. Terjadi beberapa kesalahan penulisan angka, dibetulkan oleh masyarakat dan diakui oleh KPU sebagai salah input. Pun demikian petugas KPU tidak membetulkan kesalahan itu melainkan membiarkannya saja dan melanjutkan rekapitulasi.
Angka-angka dirubah untuk menguntungkan salah satu pihak dalam pemilu. Ditambah angka '0' di belakang sehingga angka 122 menjadi 1220 suara. Atau menambah angka '1' di depan sehingga angka 122 menjadi 1122 suara. Kecurangan seperti ini terus terjadi hingga kini, tak peduli meskipun masyarakat luas telah mengingatkannya.
Tentu saja hasil pemilu seperti ini tidak memiliki legitimasi yang kuat. Tetapi petugas KPU dan pemerintah yang berkuasa saat ini tak ambil peduli, karena memang kecurangan ini menguntungkan petahana.
Dunia internasional mengamati pemilu di Indonesia itu sebagai pemilu paling bodoh dalam sejarah demikrasi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H