Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang diajarkan pada semua tingkat pendidikan, mulai dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi. Matematika adalah ilmu dasar yang mengembangkan ilmu pengetahuan lainnya dan memberikan dampak besar dalam kemajuan peradaban dunia. Matematika sangat berperan penting dalam kehidupan manusia, seperti dalam aktivitas jual-beli, merancang konstruksi bangunan, mengestimasi jarak dan waktu yang dibutuhkan dalam perjalanan, dan lain-lain. Matematika juga berperan penting dalam proses pemecahan masalah, pengambilan keputusan, dan pengembangan kreativitas. Oleh karena itu, pembelajaran Matematika harus diikuti siswa dalam setiap jenjang Pendidikan.
Fakta di lingkungan Pendidikan menunjukkan bahwa Matematika masih dianggap sebagai mata pelajaran yang sulit oleh sebagian besar siswa di sekolah. Kesan membosankan dan menyeramkan sudah sangat melekat pada mata pelajaran Matematika. Persepsi-persepsi negatif terhadap Matematika tentu muncul bukan tanpa alasan. Faktor penyebab munculnya persepsi negatif terhadap Matematika dapat berasal dari dalam (internal) maupun dari luar diri siswa (eksternal). Faktor internal meliputi kondisi fisik dan psikis, motivasi belajar, dan semangat belajar siswa. Faktor eksternal meliputi model dan media pembelajaran yang digunakan, cara mengajar guru, serta lingkungan belajar siswa. Selain itu, banyaknya perhitungan dan rumus yang terkandung dalam pembelajaran Matematika juga menjadi penyebab sulitnya siswa dalam memahami materi yang diajarkan.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Indofah & Hasanudin (2023) mengungkapkan beberapa persepsi negatif siswa mengenai pembelajaran Matematika yang sulit dan menakutkan adalah sebagai berikut.
- Siswa menganggap bahwa kemampuan dalam Matematika sebagai keterampilan atau bakat alami dari diri individu. Mereka percaya jika tidak memiliki kemampuan bawaan tersebut maka tidak akan pernah berhasil dalam pelajaran Matematika.
- Siswa memiliki rasa percaya diri yang rendah sehingga kesulitan dalam memahami konsep Matematika. Rasa percaya diri yang rendah juga memengaruhi motivasi belajar siswa dan kemauan untuk menghadapi tugas Matematika.
- Siswa merasa kesulitan dalam menerapkan Matematika pada kehidupan sehari-hari. Konsep-konsep abstrak dalam Matematika sulit dipahami sehingga siswa juga sulit untuk menghubungkannya dengan dunia nyata.
- Siswa seringkali merasa terintimidasi oleh banyaknya rumus, aturan, dan definisi yang harus diingat dalam Matematika. Mereka kerap khawatir tidak dapat mengingat semuanya dengan benar dan merasa cemas ketika menghadapi ujian atau tes.
- Matematika membutuhkan langkah-langkah yang tepat sehingga siswa merasa takut melakukan kesalahan dalam menyelesaikan masalah Matematika.
- Dalam beberapa kasus, terdapat tekanan pada siswa untuk dapat menyelesaikan tugas Matematika dengan cepat dan tepat. Akibatnya, siswa mearasa cemas dengan adanya batasan waktu dalam menyelesaikan soal-soal Matematika. Siswa juga menjadi terburu-buru sehingga berpengaruh negatif terhadap kinerja mereka dalam menyelesaikan soal-soal tersebut.
Persepsi negatif siswa terhadap pembelajaran Matematika menimbulkan berbagai hambatan dalam proses pembelajaran. Ketidaksukaan siswa terhadap cabang ilmu yang dijuluki sebagai “The Queen of Science” ini menyebabkan motivasi belajar Matematika mereka menjadi rendah. Siswa menjadi tidak antusias dalam mengikuti proses pembelajaran. Akibatnya, materi-materi ajar yang disampaikan oleh guru tidak dapat dipahami dengan baik. Kondisi ini dapat berpengaruh terhadap kemampuan siswa dalam mata pelajaran lainnya. Hal tersebut dikarenakan sebagian besar mata pelajaran lain memerlukan pemahaman Matematika dalam mempelajarinya. Misalnya, mata pelajaran Fisika, Kimia, Biologi, dan Ekonomi yang memerlukan kemampuan hitung-menghitung dan pemecahan masalah.
Hambatan-hambatan yang timbul dalam proses pembelajaran akibat persepsi negatif siswa terhadap Matematika merupakan tantangan yang harus disiasati. Dalam hal ini, guru berperan penting dalam memilih model, metode, strategi, dan media pembelajaran yang tepat agar dapat mengubah persepsi negatif siswa terhadap Matematika. Guru perlu memilih strategi pembelajaran yang mampu membuat siswa senang belajar Matematika dengan sungguh-sungguh dan penuh percaya diri. Suhendar & Yanto (2023) menyebutkan bahwa pembelajaran Matematika menggunakan pendekatan permainan atau game menjadi solusi agar siswa lebih antusias dan bersemangat dalam mengikuti pembelajaran Matematika. Pendekatan game akan melatih siswa untuk dapat bekerja sama, bermain sambil belajar, berdiskusi, dan berbagi ide dalam menyelesaikan tugas Matematika. Penerapan pendekatan game dalam pembelajaran Matematika juga berkontribusi positif terhadap minat dan motivasi siswa untuk belajar mata pelajaran tersebut. Siswa akan lebih antusias dan terlibat aktif melalui aktivitas belajar dengan game yang menarik dan menyenangkan.
Dalam suatu game tidak hanya memuat hal-hal yang menyenangkan saja, melainkan juga terdapat tantangan-tantangan atau target yang harus dicapai oleh pemain agar dapat memenangkan game tersebut. Akibatnya, siswa sebagai pemain game akan termotivasi untuk memenangkan game tersebut. Dalam konteks tujuan pendidikan, penerapan pembelajaran berbasis game dapat meningkatkan motivasi siswa untuk belajar dan menyelesaikan soal atau permasalahan yang diberikan oleh guru. White (dalam Suhendar & Yanto, 2023) mengungkapkan bahwa kegiatan bermain akan memberikan kepuasan pribadi pada diri seorang anak karena mereka merasa kompeten. Keberhasilan dalam melakukan sesuatu atau memperoleh tanggapan dari lingkungannya merupakan hadiah tersendiri bagi seorang anak. Bermain merupakan cara anak bertindak menurut kehendaknya sendiri sehingga mereka merasa senang dan ingin mengulanginya lagi. Oleh karena itu, rasa kepuasan siswa dalam menyelesaikan game Matematika akan membuat motivasi belajarnya meningkat.
Implementasi pembelajaran Matematika berbasis game dapat disesuaikan dengan kebutuhan belajar siswa dan kesesuaian dengan materi yang sedang diajarkan. Guru dapat memanfaatkan berbagai media pembelajaran yang cocok sebagai bahan untuk mengembangkan game Matematika. Media pembelajaran tersebut dapat berupa media pembelajaran untuk game tradisional maupun game berbasis teknologi. Terdapat bermacam-macam media sederhana di sekitar kita yang dapat digunakan menjadi game edukasi untuk pembelajaran Matematika, seperti kardus bekas, kertas karton, sedotan, dan lain-lain. Adapun jika sekolah telah mampu menyediakan fasilitas teknologi yang memadai maka guru dapat memanfaatkannya untuk menerapkan game edukasi melalui website atau platform tertentu.
Berikut merupakan contoh berbagai game yang dapat digunakan dalam pembelajaran Matematika.
Pembelajaran Matematika dengan media permainan ular tangga
Permainan ular tangga Matematika adalah permainan menggunakan dadu, papan ular tangga, bidak, dan kartu soal. Cara bermainnya tidak jauh berbeda dengan permainan ular tangga biasa. Perbedaannya adalah dalam permainan ular tangga ini berisi soal-soal pada setiap kotaknya. Jika siswa tidak dapat menjawab pertanyaan maka ia tidak berhak untuk melempar dadu atau melangkah sampai satu putaran permainan tersebut. Kelompok yang paling banyak menjawab soal dengan benar adalah pemenangnya. Pembelajaran Matematika dengan media ular tangga akan membuat siswa terlibat secara aktif dalam proses belajar serta memiliki jiwa kompetitif yang tinggi dan penuh strategi agar dapat memenangkan permainan.