Beberapa bulan sebelum lebaran tahun lalu, aku membeli mukena. Mukena terusan warna hijau dihiasi bordir bunga kecil-kecil warna putih dan merah jambu. Saat mukena itu kucuci dan kukeringkan, ibu lihat mukena baruku. "Kamu beli mukena on line?" "Tidak Bu, beli ke teman". "Ibu mau, nanti saya belikan ke teman?". "Ya", jawab ibu pendek.
Rupanya ibu suka dengan mukena baruku.
Esok harinya aku pesan mukena 1 lagi ke Bu Esti, teman guru yang kadang sambil berjualan.
Ibu kubelikan yang warna biru. Ada renda di pinggirnya, lebih bagus dari punyaku. Namun saat mukena kubawa pulang dan kutunjukkan ke ibu, "Lah terlalu bagus, ibu lebih suka yang seperti punyamu". "Ya ibu pakai punyaku saja, tukar".
Begitulah akhirnya ibu pakai yang warna hijau berbordir. Beberapa kali ibu pakai untuk sholat jamaah di masjid. Saat lebaran 2022 lalu ibu pakai pula untuk sholat id.
Ternyata itu mukena terakhir yang kubelikan untuk ibu. Karena lebaran mendatang ibu tak bersama kami lagi. Beliau telah berpulang meninggalkan kami anak-anaknya.
Aku bersyukur beberapa tahun terakhir apa pun permintaan ibu selalu kuturuti. Kalau tidak betapa menyesalnya aku.
Tak terbayang seperti apa lebaran tanpa ibu. Walau aku anak sulung ibu telah berusia setengah abad lebih. Inilah rasanya kehilangan seorang ibu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H