Konsep Zona perkembangan proksimal (ZPD) dicetuskan oleh Lev Vygotsky pada tahun 1920. Zona Perkembangan Proksimal (ZPD) adalah jarak antara tingkat perkembangan factual (kemampuan memecahkan masalah secara mandiri) dan tingkat perkembangan potensial (kemampuan memecahkan masalah dengan bantuan orang dewasa atau teman sebaya yang kompeten).
Hal ini menjelaskan bahwa seseorang akan belajar lebih optimal ketika bekerjasama dan berkolaborasi dengan orang yang lebih paham dan terampil sehingga dapat menginternalisasikan konsep dan ketrampilan baru pada dirinya.
Diharapkan setelah mendapat bantuan dan bimbingan dari orang dewasa atau teman yang kompeten, selanjutnya seorang anak dapat melakukan hal yang sama secara mandiri.
Melalui proses yang berulang tersebut diharapkan seorang anak dapat melalui ZPD-nya. Tentunya dalam proses pengulangan, secara bertahap bantuan yang diberikan perlu dikurangi dan tingkat kesulitan disesuaikan (ditingkatkan) agar seorang anak secara mandiri dapat menyelesaikan tugasnya.
Selain berperan sebagai orang yang lebih kompeten, seorang guru juga harus dapat menciptakan kegiatan belajar yang interaktif agar siswa dapat saling belajar melalui pengamatan dan diskusi dengan teman sebayanya.
Guru juga harus dapat menerapkan perancah (scaffolding) atau pijakan-pijakan yang akan membangun pengetahuan dan ketrampilan siswa secara bertahap, karena guru secara kontinue melakukan penyesuaian bimbingan yang diberikan kepada siswa sesuai dengan tingkat pencapaian belajar siswa.
(Wells, 1999, hal. 127) Ada 3 kunci utama yang harus dilakukan dalam melakukan scaffolding, yaitu:
- Melakukan dialog dengan siswa untuk mengetahui bagaimana pengetahuan dan ketrampilan ini akan dibangun
- Menetapkan kegiatan yang relevan dan sesuai sehingga dapat membantu siswa menginternalisasikan pengetahuan & ketrampilan
- Menggunakan media untuk membantu pemahaman siswa
Dapat dipahami bukanlah suatu hal yang mudah bagi guru untuk dapat melaksanakan scaffolding agar siswa dapat keluar dari ZDP mengingat setiap siswa memiliki gaya dan kecepatan belajar yang berbeda-beda sehingga setiap siswa akan memiliki tingkatan ZDP yang berbeda-beda. Hal tersebut menjadi salah satu tantangan atau kelemahan dari konsep ZPD Lev Vygotsky.
Namun penulis yakin, tantangan tersebut dapat dilalui dengan melakukan diskusi dengan teman sejawat (sesama guru) untuk mendapatkan variasi-variasi kegiatan scaffolding yang dapat dilakukan untuk membantu membimbing siswa.
Dengan kondisi pandemi dimana siswa harus melakukan pembelajaran jarak jauh, kegiatan scaffolding dapat dilakukan secara asynchronous dengan melibatkan peran orang tua atau orang yang lebih kompeten yang tinggal serumah dengan siswa. Kegiatan asynchronous dilakukan di rumah (di luar kelas) dengan mengacu kepada arahan dan media yang diberikan guru.
Kegiatan tersebut dapat berupa: mendampingi membaca buku/artikel, mendampingi dan mendiskusikan video yang ditonton, membimbing mengerjakan latihan soal dan atau melakukan percobaan yang sumber materialnya disiapkan oleh guru baik melalui platform digital atau dengan mengirimkan material ke rumah siswa.