Lihat ke Halaman Asli

Diamku Riuh...

Diperbarui: 28 Februari 2022   14:43

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dok.Pribadi : Mt. Bromo

Tiada kehendak memegahkan diri menawarkan hati saat kehampaan mendera

Titipan pesan tak terbalas, bak bertepuk sebelah tangan, walau diam itu tetaplah memiliki arti. Berharap ujaran sebait kata lebih berarti saat membendung sunyi

Kala itu tak lagi dijawab kata, maka hampa membelenggu raga. Diam seribu bahasa, penuh tanya, sementara untaian sajak-sajaknya mengajak hasrat ucapkan salam dari nun jauh disana

Sajaknya mewakili sukma yang terhempas gelombang di lautan kehidupan fana

Rangkaian kata-kata indah beralaskan kesetiaan, seolah tegar tapi rapuh

Dari sajaknya tersirat makna akan perihnya dan mengajak hasrat hati kenalkan diri berbait sajak dan prosa

Sajak-sajak itu telah usai seiring senja berlalu dan rembulan menggantikan mentari. Ketika cahaya menemani dengan penuh damai, terangi bumi, makluk hidup mengintip dibalik rembulan, suasana terhibur

Namun, saat cahayanya meredup yang ada hanyalah gelap dan sunyi, angin meniup, suara burung-burung malam mencekam sunyi. Tiba-tiba bayang wajah itu teringat, saat musim semi melintasi setiap sudut kota, menjajaki setiap jalan

Buana saat itu memeluk damai, nyaman dan mengiringi langkah

Gejolak jiwa teredam, hati berpadu asa, berceloteh dan waktu terlalu singkat. Kini si penulis sajak ditanya lalu menjawab sekedar, kemudian berlalu seiring waktu. Tiada kehendak mengusik kesetiannya hingga jawaban sajaknya, hanya menitip pesan sebait puisi, berkisah hidup, nasihat dan perjuangan

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline