Lihat ke Halaman Asli

Siti Aisyah

Mahasiswa Komunikasi dan Penyiaran Islam FUAD IAIN Pekalongan

Wanita Tangguh, Pedagang Asongan di Lampu Merah Pantura

Diperbarui: 23 Desember 2021   12:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gambar Pedagang Asongan Wanita Sedang Menawarkan Dagangan/Dokumentasi pribadi

Berjarak sekitar 2 km dari pusat pemerintahan Kabupaten Pemalang, ada sebuah jalan raya yang cukup ramai. Jalan tersebut biasa dilewati oleh kendaraan besar, seperti truk tronton, mobil pick up, mobil box, bus, angkutan umum, mobil, dan lain sebagainya. Jalan tersebut dinamakan juga Jalan Raya Pantura Pagaran. Nama Pagaran diambil karena lokasinya berada di depan tempat pemakaman umum Pagaran.

Di sekitar Jalan Raya Pantura Pagaran, terdapat sebuah permukiman warga yang cukup padat. Hal ini dapat dilihat dari jarak rumah antarwarga yang sangat berhimpitan. Warga di daerah tersebut memanfaatkan peluang yang ada di sekitar daerah tempat tinggal mereka sebagai pedagang asongan. Mengingat di Jalan Raya Pantura Pagaran terdapat perempatan lampu merah, sehingga banyak pedagang asongan yang berjualan di sana.

Jika biasanya sebagian besar pedagang asongan adalah pria, tetapi uniknya sebagian besar yang berdagang asongan di sini adalah wanita. Hal ini dikarenakan banyak wanita di daerah tersebut sebelum menjadi pedagang asongan, mereka hanya berperan sebagai ibu rumah tangga dengan mengandalkan pendapatan dari suami. Namun, karena merasa tidak cukup atas pendapatan suami untuk memenuhi kebutuhan keluarga yang besar, sehingga mereka harus berjualan asongan untuk menambah pendapatan keluarga.

Biasanya mereka mulai berjualan pukul 05.00 WIB saat jalanan masih petang dan udara masih dingin. Tak heran mereka harus bangun lebih awal untuk membuat kopi sebagai barang dagangannya. Selain kopi, mereka juga berjualan jajanan pasar, seperti onde-onde, kamir, apem dan lain sebagainya yang mereka kulak untuk dijual kembali. Badan truk yang tinggi membuat mereka harus berjinjit dalam menawarkan dagangannya. Ditambah beratnya barang dagangan yang harus dibawa di tangan. Hal tersebut menjadi beban tersendiri bagi para pedagang asongan wanita. 

Saat  matahari mulai terik, panas yang menyengat tidak dihiraukan para pedagang asongan wanita. Keringat yang bercucuran dibadannya merupakan sebuah bukti perjuangan wanita tangguh dalam memperjuangkan keluarga. Selain itu, polusi udara dari kendaraan-kendaraan yang melintas setiap harinya harus dihirup tanpa basa-basi. Hal tersebut tentu dapat mengganggu kesehatan mereka, terutama pernapasan. 

Risiko akan tertabrak kendaraan juga tidak bisa dihindari. Hal ini dikarenakan para pedagang asongan harus menawarkan dagangannya disela-sela kendaraan yang satu dengan yang lainnya. Terkadang, mereka juga gugup dalam melayani karena lampu merah segera berganti hijau yang berarti para kendaraan harus segera melaju untuk melanjutkan perjalanannya. Ditambah jika hujan turun maka jalanan menjadi licin yang dapat menambah risiko berjualan asongan di lampu merah pantura. Tak jarang, saking fokusnya dalam menawarkan dagangan, mereka lalai akan keselamatan dirinya. 

Semua itu dilakukan mereka semata-mata untuk membahagiakan keluarganya. Mereka tak kenal lelah dan pantang pulang sebelum dagangannya habis. Tak jarang, ketika dagangan habis mereka harus kulakan lagi karena dirasa pendapatan hari ini belum cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Suatu pekerjaan yang tidak mudah dilakukan bagi wanita, sehingga mereka patut disebut sebagai wanita tangguh.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline