HTI memang sudah dinyatakan sebagai organisasi terlarang, namun tokoh-tokohnya masih bebas berkeliaran. Tak ada satu pun yang dipidanakan.
Mereka menempel pada capres rival petahana dalam pusaran Pilpres 2019. Secara kasat mata hal ini terlihat dari simbol-simbol yang dibawa pada reuni 212.
Bagaimana mungkin simbol-simbol yang bahkan di negara Islam pun dilarang beredar, di sini bisa berkibar bebas.
Bisa dimengerti sikap hati-hati pihak berwenang karena para radikalis itu bersembunyi di balik jubah agama untuk mengelabui pandangan awam.
HTI yang nyata-nyata ingin membentuk negara di luar NKRI. Organisasi ini harusnya sejak jauh hari dilarang. Sayangnya, pemerintah pada masa lampau memberikan ruang hingga pendukung dan simpatisannya jadi banyak.
Organisasi dilarang tidak serta-merta ideologi khilafah yang dianut pupus. Bahkan bisa jadi ada orang yang tidak menyadari dirinya sudah terpapar paham radikal.
Untuk mengetahui apakah diri sendiri telah terpapar paham radikal, silakan periksa pikiran masing-masing:
Pertama, sikap terhadap NKRI, sikap terhadap khilafah, terhadap cita-cita pihak yang ingin mendirikan Khilafah Islamiyah di NKRI.
Kedua, sikap terhadap pemimpin non muslim karena konstitusi kita menjamin bahwa semua warga negara berhak menjadi pemimpin.
Ketiga, sikap terhadap agama lain.
Keempat, sikap terhadap kelompok-kelompok minoritas; komunitas etnis, komunitas budaya, komunitas agama, maupun komunitas yang lain.