Satu kelebihan Megawati adalah ketulusannya. Kebesaran hatinya. PDI Perjuangan yang dipimpinnya memenangi Pemilu 1999, tapi ia harus ikhlas jadi yang kedua.
Senayan yang waktu itu berada dalam 'genggaman' Amien Rais mendongkelnya sedemikian rupa. Sudah menjadi laku sejarah. Gus Dur menjadi presiden. Megawati wakilnya. Risiko demokrasi pada waktu itu.
Gus Dur menjadi presiden kala itu adalah sesuatu yang patut disyukuri. Ia seorang Bapak Pluralisme. Bapak bagi semua. Tak terbayangkan kalau Amien Rais yang jadi presiden kala itu.
Baca juga: Masih Berpikiran "Jokowi Yes, PDIP No"?
Kemudian ketika arus kuat dari masyarakat menghendaki Jokowi jadi presiden dalam pemilihan presiden 2014, Megawati memberikan jalan untuk itu. Tanpa partai sebagai kendaraan politik, Jokowi sehebat apa pun tak akan bisa melaju ke RI 1.
Begitulah.
Kalau saja Megawati egois, berorientasi pada kepentingan sendiri, ia pasti tidak akan memberikan kesempatan itu pada Jokowi yang tak ada hubungan darah dengan Bung Karno ayahnya.
Jokowi hanya rakyat jelata dari Solo. Sedangkan Bung Karno Sang Proklamator, Presiden pertama Republik Indonesia.
Kalau saja Megawati hanya memikirkan keluarganya saja, pastilah ia dengan berbagai cara akan memajukan dirinya sendiri atau anak-anaknya. Kalah atau menang tidak masalah. Yang penting keluarganya harus maju.
Ternyata Megawati tidak demikian.
Ia sudah melalui banyak hal. Kesakitan dan penderitaan sejak zaman orde baru. Ia tetap bertahan hingga sekarang. Ketika ia kalah, ia konsisten sebagai oposisi selama 10 tahun pemerintahan SBY.