Lihat ke Halaman Asli

kepala burung

Diperbarui: 24 Juni 2015   18:44

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Aku terlahir disebuah kota yang sangat ku sayangi. Tepatnya dikota Sorong, Papua Barat. Kata Sorong berasal dari bahasa Biak “Soren” yang artinya laut yang dalam dan bergelombang. Kata Soren dilafalkan oleh para pedagang Thionghoa, Maluku, Sanger Talaut, dan Misionaris dari Eropa, dengan sebutan Sorong.Dulu ia masuk ke dalam provinsi Irian Jaya, kemudian karena adanya otonomi khusus nama Irian Jaya pun digantikan dengan nama Papua. Penduduk asli Sorong terdiri dari beberapa suku diantaranya adalah suku Moi dan suku Ayamaru Aku sebenarnya lebih senang ia disebut Irian Jaya, tanah Irian yang akan dan selalu jaya, meskipun sebenarnya aku pun tak punya alasan untuk tidak menyukai sebutan Papua di provinsiku. Apapun namanya tetaplah ia menjadi kota yang kucintai

Dilahirkan dari sepasang suami istri yang berasal dari suku Jawa membuat wajahku pun tak nampak sebagaimana dengan orang-orang Papua asli sewajarnya. Kedua orang tua merupakan seorang perantau yang datang dari salah satu kota di Jawa Timur. Mereka bertemu pun di tanah Sorong, saling jatuh cinta dan menikah. Aku terlahir pada hari hari ibu di tahun 1992. Bersyukur dilahirkan tepat di hari yang spesial itu.

Kenalkah kamu dengan kota Sorong? Kota Sorong biasanya disebut dengan kepala burung. Mengapa demikian? Ambillah sebuah peta, dan cari lah kota Sorong di wilayah Papua, maka kamu akan tahu jawabannya. Jika anda melalukan perjalanan dari daerah barat menuju timur dengan menggunakan kapal PELNI, maka tempat persinggahan awal itu lah kota ku. Ya, kota Sorong memang merupakan gerbang selamat datang sebelum memasuki kota-kota lain di wilayah Papua.

Jangan pikir kalau kotaku merupakan kota yang terbelakang, yah meskipun tidak begitu maju tapi tidak layak juga kalau disebut kota terbelakang. Jika yang ada dibayangan anda mengenai Papua adalah hutan rimba, suku-suku menggunakan koteka (pakaian adat suku papua), atau ada yang berfikir masih ada sifat-sifat kanibalisme diantara orang-orang Papua, maka anda salah. Salah meskipun tidak sepenuhnya salah, jika dikatakan hutan rimba, mungkin tak kan serimba yang anda bayangkan. Pernah ku dengar di sebuah berita radio lokal, Kota Sorong merupakan kota dengan kasus ilegal logging terbesar se-Papua. Jadi hutan rimba pun sudah hilang, dijadikan uang oleh orang-orang yang tidak dikenali jejaknya.

Suku-suku menggunakan koteka tak ada lagi di kotaku, orang-orang yang menggunakan kotekasebagian besar mendiami wilayah wamena, yahukimo, asmat dan wilayah pedalaman lainnya. kanibalisme sendiri sudah berlalu sejak puluhan tahun lalu, pada intinya kotaku adalah kota yang aman dan nyaman.

Terlepas dari segala kekurangan dan keterbelakangan yang pasti dimiliki oleh setiap kota sepertipermasalahan banjir, sampah, tata kota yang kurang rapi dan sebagainya, Sorong merupakan kota yang sangat indah. Jika tak percaya coba saja buka google search engine, maka anda akan ditawari tempat-tempat wisata yang mempesona, sebut saja Pantai Pasir Putih di Kawasan Dermaga, Pulau Buaya, Pantai Sausapor, Wisata Pantai Mailan Makbon dan yang menjadi andalan sebagai tempat wisata di sorong adalah Kabupaten Raja Ampat, maka inilah yang disebut sebagai surga dunia. Disini anda akan disuguhi keindahan alam yang tiada tara, pesona lautnya yang biru, keelokkan ikan yang berwarna-warni dan tentu saja ia menyimpan banyak jenis biota laut yang mulai punah di tempat lain.

Melihat tayangan yang banyak bermunculan di siaran-siaran televisi swasta mengenai keadaan Papua yang kurang baik seperti perang antar suku yang terjadi di Mimika membuat pandangan orang luar menilai negatif tentang kotaku. Pernah suatu kali ketika berlibur mengunjungi sanak saudara yang bermukim di Jawa, aku bertemu seseorang di salah satu terminal persinggahan. Kita berkenalan dan dia mulai bertanya mengenai asal-usulku, maka kuceritakanlah bahwa aku berasal dari Sorong, Papua. Maka ia berpersepsi bahwa Sorong adalah tempat terbelakang dengan sepenuhnya hanya terdiri dari satu etnis, yaitu penduduk asli Papua.

Kurasa wajar saja ia menilai seperti itu karena yang sering di tampilkan di media elektronik memanglah seperti itu. Meskipun begitu ku tolak mentah-mentah pendapat itu. Datanglah ke Sorong maka anda dapat melihat beragamnya etnis yang berasal dari berbagai suku di Indonesia. Sebut saja orang-orang yang berasal Padang, Jawa, Madura, Makassar atau yang biasa disebut suku Bugis, Ambon, Bali, Sunda, Manado, Batak, Toraja semua menjadi satu di tanah Sorong. Sorong merupakan kota yang sangat kompleks, kompleks permasalahannya, kompleks ragam sukunya, kompleks bahasanya, dan kompleks kesenangannya.

Dengan keberagaman etnis itu berdampak pada keberagaman umat beragama, meskipun sebagaian besar di dominasi oleh umat kristiani dan muslim. Dengan keberagaman umat beragama itu tidak menyebabkan adanya konflik yang berarti. Justru perbedaan itulah yang menyatukan kita. Misalnya saja pada saat Hari Raya Idul Fitri, maka umat non-muslim pun akan dating mengunjungi rumah-rumah tetangga atau kerabatnya yang muslim untuk menunjukkan rasa toleransinya, begitu juga sebaliknya. Maka bisa dilihat kan betapa damainya kota Sorong.

Oiya, ada hal menarik yang terkait dengan kuliner ala Papua. Apa kalian tahu makanan khas dari Papua? Ya, benar sekali. Makanan khas dari Papua adalah sagu. Sagu berasal dari pohon sagu yang ditebang, kemudian bagian tengah batang sagu itu dihancurkan kemudian dicuci berulang-ulang, lalu diperas atau diindapkan hingga terbentuk sari pati yang berwarna putih. Sari pati itulah yang disebut dengan sagu. Sagu sendiri dapat dibedakan menjadi dua jenis. Yang pertama sering disebut dengan sagu kering, yaitu sagu yang dipangang hingga kering dan keras. Sagu kering ini biasanya dikonsumsi bersama kopi atau teh panas, kemudian sagu kering dicelup kedalam kopi panas tersebut agar sagu itu menjadi empuk dan mudah dimakan. Jenis yang kedua adalah sagu yang direndam didalam air dingin hingga mengendap, kemudian endapannya itu disiram dengan air panas sambil diaduk dengan cepat hingga berubah warna dan berbentuk seperti lem, itulah yang disebut dengan papeda.

Sekalipun kota sorong terdiri dari berbagai macam etnis yang berbeda, tapi tidak ada warga yang tidak menyukai makanan khas Papua, khususnya papeda. Di Sorong biasanya papeda dimakan dengan ikan kuah kuning, yaitu ikan yang dimasak dengan berbagai macam bumbu dan rempah hingga berwarna kuning yang disebabkan dari penggunaan kunyit. Tak lupa sayur yang paling populer di kota ini, yaitu sayur kangkung yang di tumis, atau jika di ibu kota sering disebut dengan cah kangkung. Teman pelengkap yang paling nikmat adalah sambal yang pedas. Terkadang beberapa keluarga saling menyumbang untuk memasak papeda ini, ada yang menyumbang sagu, sayur kangkung, ikan, dan sebagian yang lain bertugas memasak secara ramai-ramai di salah satu rumah warga. Jika sudah masak maka tetangga-tetangga terdekat akan dipanggil untuk berkumpul menikmati hasil yang masakan yang telah matang. Itulah salah satu kehebatan warga di sorong, dimana semua etnis bisa saling melebur dan menikmati makanan khas yang pada dasarnya dapat dikatakan asing, mungkin inilah salah satu penghargaan warga pendatang kepada kota Sorong.

Dengan merujuk kepada makanan khas yang terbuat dari sagu itu jangan pernah berfikir bahwa kota Sorong adalah kota yang miskin. Justru sebaliknya, Sorong menyimpan kekayaan hasil tambang di mana beberapa di antaranya telah dieksplorasi seperti minyak bumi yang dilakukan oleh Perusahaan Pertamina di Distrik Klamono dan Gas alam yang dilakukan oleh Perusahaan Petrocina.Pada tahun 2009 tercatat ada 350 sumur minyak yang diolah di wilayah Kabupaten Sorong. Potensi yang lain adalah di sektor perikanan laut dan industri kayu lapis. Sarana pelabuhan perikanannya juga terbilang lengkap karena adanya dermaga perikanan milik swasta, yakni dermaga PT Wifi dan PT Citra Raja Ampat Canning. Gimana, kota ku sangat kaya bukan??

Jika kita berbicara soal sejarah, jangan kira kota Sorong tak punya sejarah yang berarti. Sorong memiliki banyak kisah yang menarik di masa lampu, namun sayangnya kurang terekspose media sehingga banyak warga yang tidak mengetahuinya. Kota Sorong dikenal dengan istilah Kota Minyak sejak masuknya para surveyor minyak bumi dari Belanda pada tahun 1908. Kota Sorong terkenal sebagai salah satu kota dengan atribut peninggalan sejarah yang sering disebut dengan Nederlands Neauw Guinea Petroleum Matschcapeij (NNGPM).

Perusahaan NNGPM muIai melakukan aktivitas pengeboran minyak bumi di Sorong sejak Tahun 1935. Peninggalan bersejarah perusahaan tersebut adalah Pelabuhan Eksport Minyak Bumi, beberapa tangki penampung minyak, rumah tinggal karyawan, bekas barak karyawan dan Bekas sekolah teknik (Voc School).

Di sorong juga terdapat sebuah pulau kecil yang dikenal dengan sebutan Pulau Doom. Pulau ini menyimpan banyak peninggalan-peninggalan bersejarah, terutama peninggalan dari zaman penjajahan Belanda dan sisa Perang Dunia II. Bukti-buktinya dapat dilihat dengan adanya sebuah gedung yang disebut dengan Gedung Kesenangan. Gedung ini merupakan tempat serdadu Belanda melepas lelah dengan berenang, bermain tenis, atau berdansa. Selain gedung kesenangan juga terdapat Gereja Orange, gedung bekas Hoofd Van Plaarselijk Bestuur (HPB) dan lain sebagainya.

Di Pulau Doom kita tidak hanya bisa melihat bukti-bukti peninggalan Belanda, tetapi disana juga terdapat lorong-lorong bawah tanah buatan Jepang pada saat Perang Dunia ke II. Selain itu di Sorong juga pernah ditemukan amunisi seperti rudal yang masih aktif. Polisi setempat mengatakan bahwa kemungkinan besar rudal tersebut merupakan sisa-sisa perang yang selongsongan rudalnya jatuh di Sorong. Dengan demikian, hal ini bisa menunjukkan fakta dimana Sorong pernah menjadi areal pertempuran dalam perang dunia ke II.

Ada satu hal unik yang juga berkaitan dengan Pulau Doom, yaitu pada zaman dahulu Pulau Doom sering disebut dengan pulau bintang. Mengapa demkian, ada yang tahu? Ia disebut dengan pulau bintang karena pada masa penjajahan Belanda dulu, Pulau Doom merupakan tempat yang sangat dilindungi dan dijaga ketat, sehingga tampak spesial. Disaat ditempat-tempat lain belum tersedia listrik, Pulau Doom telah menikmati cahaya lampu dimalam hari, sehingga jika dilihat dari jauh Pulau Doom nampak terang dibandingkan dengan tempat-tempat lainnya. Dengan terangnya cahaya lampu itu lah Pulau Doom disebut dengan pulau bintang.

Kota Sorong juga memiliki nilai-nilai sejarah di tempat kita berobat, tepatnya yaitu di rumah sakit. Pada zaman dahulu Rumah sakit ini dikhususkan bagi penderita penyakit kusta yang ada diseputaran Kota Sorong. Seiring berjalannya waktu rumah sakit ini tidak lagi dispesifikasikan kepada penyakit kusta semata, tetapi mulai difungsikan untuk mengobati segala macam penyakit. Rumah sakit kusta itu, sekarang telah berubah nama menjadi R.S. Sele be solu.

Nah sangat menarik bukan tempat kelahiranku ini, saya merasa sangat beruntung dilahirkan ditempat seindah ini. Sesekali berkunjunglah ke kota ku ini, maka akan kau lihat sendiri keistimewaannya.

Di sana pulauku yang ku puja slalu

Tanah Papua, pulau indah

Hutan dan laut mu yang membisu slalu

Cenderawasih, burung emas

Gunung-Gunung, lembah-lembahyang penuh misteri

Kau ku puja slalu keindahan alam mu yang mempesona

Sungaimu yang deras mengalirkan emas

Sioh ya Tuhan, trima kasih…




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline