Lihat ke Halaman Asli

Siti kholis komara

Penikmat kegaduhan pemikiran

Label Syariah Kamuflase Penipuan Untung Miliaran

Diperbarui: 7 Maret 2020   19:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Indonesia dengan penduduk mayoritas beragama islam menyimpan banyak polemik karena seringkali agama menjadi bahan baku utama dari berbagai kepentingan, tidak hanya politk identitias yang sudah menjadi pemecah belah bangsa ternyata agama bisa dijadikan instrumen yang menguntungkan untuk berbisnis salah satunya adalah perkara lebel syariah yang akhir-akhir ini digandrungi oleh banyak kalangan.

Lebel syariah semakin laku di pasaran setelah terjadinya hegemoni  ‘Hijrah’ yang dilakukan oleh banyak orang mulai dari pengusaha, karyawan, ASN, musisi sampai kalangan artis berbondong-bondong beralih pada pola hidup yang katanya sesuai dengan syariat Islam. 

Fenomena ini menjadi menarik karena tidak semua orang yang ‘Hijrah’ benar-benar mengetahui secara mendalam ajaran Islam, tidak sedikit orang yang hanya ikut-ikutan trand, agar terlihat ‘kekinian’ dengan memborong berbagai jenis kerudung, pakaian syar’i dan segala pernak-perniknya yang tanpa disadari menimbulkan perilaku konsumerisme.

Fenomena umat Islam yang mulai merubah pola hidupnya tidak hanya berefek pada perubahan pakian tapi juga mempengaruhi pertimbangan saat melakukan pembelian properti. Penjualan rumah, tanah kavling dengan perantara bank konvesional dianggap sebagai riba, melanggar syariat Islam. 

Seolah menjadi paradoks pertimbangan umat islam memilih transaksi yang berbasis syraiah karena berharap lebih terpercaya dan merasa aman karena terbebas dari riba justru kasus penipuan dengan lebel syariah marak terjadi.

Salah satu kasus penipuan perumahan syariah yang baru-baru ini terjadi di Bogor. Dari pemberitaan Kompas TV (5/3/2020) disebutkan sebanyak 125 orang menjadi korban penipuan PT Alfatih Bangunan Indonesia. Akibat penipuan itu, konsumen mengalami kerugian mencapai 12 miliar. 

Rencanyanya perumahan yang diberi nama Quranic Residence akan dibangun di lahan seluas 10 hektare dan dari pengakuan korban banyak yang tertarik membeli karena konsep perumahan yang ditawarkan berbasis syariah bahkan ada korban yang jelas-jelas mengatakan bahwa dia tertarik hanya karena perumahan ini bebas riba tanpa ada pertimbangan lainnya.

Penipuan berkedok syariah tidak hanya terjadi satu dua kali, kita mungkin masih ingat 16 Desember 2019 lalu Polda Metro Jaya mengungkap kasus perumahan fiktif bermodus syraiah yang merugikan 3.680 korban dengan kerugian mencapai 40 miliar.

Seharusnya dengan begitu banyak kasus penipuan yang sudah terjadi kita lebih berhati-hati dalam mengambil keputusan, hanya saja kenapa sampai sekarang masih ada orang yang tertipu. Ada beberapa hal yang mungkin menjadi sebab modus penipuan dengan kedok syraiah masih efektif digunakan untuk mendapatkan keuntungan besar.

Pertama, ketidakmampuan memisahkan antara agama dan bisnis, faktor yang menjadi sebab mudahnya orang tertipu adalah mereka sangat percaya jika sudah ada lebel syariah pasti benar tanpa melakukan pengecekan karena pola pikir yang digunakan adalah tidak mungkin orang yang tahu ajaran islam melakukan penipuan, pemikiran post-positivisme yang digunakan sebagai pendekatan dalam berniaga jelas keliru karena bisnis tetaplah bisnis pasti ada keuntungan di sana apapun lebel yang digunakan.

Kedua, daya krits yang masih rendah, penipuan terjadi karena rendahnya daya kritis dari korban sehingga dengan sangat mudah termakan iming-iming yang ditawarkan. Asal ada lebel syariah sudah pasti baik apalagi ditamabah dengan DP yang murah, cicilan ringan, tanpa proses bank dll.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline