Lihat ke Halaman Asli

Siti Lailatul Badriyah

Mahasiswi UIN Raden Mas Said Surakarta

KONDISI PSIKOLOGIS CALON LEGISLATIF YANG GAGAL TERPILIH

Diperbarui: 17 Februari 2024   14:56

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

https://pin.it/4JtZv3Hd1

            Pengertian Psikologis secara etimologi adalah ‘mental’ yang dalam Bahasa Yunani sama dengan kata Psyche yang artinya psikis, jiwa, atau kejiwaan. Sedangkan secara Terminologi Psikologis adalah keadaan atau suasana mental seseorang seperti senang, sedih, gelisah, cemas, gembira, dan lain sebagainya, yang berpengaruh pada perilaku yang ditimbulkan.

            Lembaga Legislatif adalah Lembaga yang menjadi wakil rakyat Indonesia dalam Menyusun undang-undang serta melakukan pengawasan terhadap implementasi undang-undang oleh badan Eksekutif Dimana para anggotanya dipilih melalui pemilihan umum. Struktur politik yang masuk kedalam kategori ini adalah Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Dewan Perwakilan Rakyat I dan II (DPR), dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD).

              disini saya akan memberikan pendapat terkait kondisi psikologis para calon Legislatif yang gagal terpilih, dari sudut pandang saya sebagai mahasiswa.

              Pertama, menang dan kalah adalah suatu hal yang biasa terjadi didalam siklus kehidupan. Tidaklah heran jika gagal dalam Pemilihan Umum Ketika mencalonkan diri sebagai calon Pimpinan Legislatif, karena tidak mungkin bukan jika dari semua orang yang mencalonkan diri akan terpilih?. Akan tetapi akar permasalahannya bukanlah disitu. Tetapi apakah orang-orang yang gagal mencalonkan diri itu bisa menerimanya dengan lapang dada? Jawabannya adalah tidak semuanya menerima, tidak semuanya siap menghadapi kekalahan itu sehingga menimbulkan beberapa permasalahan mental pada dirinya.

            Berdasarkan survey yang dilakukan oleh Debby Miranda (di jurnal skripsinya yang membahas judul terkait) disana disebutkan bahwa dari sepuluh orang yang dia jadikan sebagai narasumber penelitiannya dan merupakan Sebagian dari orang-orang yang gagal dalam pemilihan, memiliki keadaan psikologis yang sehat walaupun ada Sebagian kecil yang mengalami beberapa gangguan psikologis karena masih belum siap menghadapi kekalahan.

            Kedua, beberapa faktor yang mempengaruhi keadaan mental mereka adalah dukungan keluarga baik itu secara moril ataupun materil, kesiapan mental menghadapi kekalahan, dan juga kesiapan materil sebagai penunjang dia melakukan kampanye dan keperluan nyaleg lainnya.

            Orang yang memiliki kesiapan mental menghadapi kekalahan dan sesuatu yang tidak sesuai rencananya dia akan mudah pulih dan juga bangkit. Sedangkan orang yang tidak siap akan cenderung mengalami gangguan psikologis, jenuh, sedih, dan merasa kecewa karena merasa sudah mengeluarkan banyak uang tapi ternyata juga kalah. Oleh karena itu selain kesiapan materil, mentalpun harus disiapkan. Dan sekali lagi peran keluarga juga dibutuhkan dalam membantu proses pemulihan mentalnya. Bukan malah ikut menjauhi, menyisihkan, bahkan menjatuhkan karena kalah,

            Kesiapan Materil atau keuangan, saat memutuskan untuk nyaleg sesorang harus memiliki kesiapan materil. Merancang apa saja yang dibutuhkan saat nyaleg dan juga harus memiliki rencana Cadangan atau dana darurat, sehingga jika saja tidak terpilih tidak lantas down karena merasa semua dana sudah dikeluarkan tetapi Pemilihanpun juga kalah, dan tidak lupa hutang yang melilit Dimana-mana. Oleh karena itu persiapkanlah dana sebaik mungkin sebelum memutuskan untuk nyaleg.

            Dukungan keluarga, hal ini merupakan faktor yang paling mempengaruhi, Ketika seseorang kalah maka diperlukan dukungan bukan malah dihakimi dan dijauhi, karena hal itu akan memicu permasalahan psikologis yang lumayan serius. Tidak sedikit orang-orang yang kalah dalam Pemilu mengalami stress karena dijauhi dan diasingkan, sehingga dia merasa malu untuk bersosialisasi Kembali dengan keluarga dan Masyarakat. Maka diperlukanlah pendampingan dari keluarga untuk memulihkan Kembali rasa percaya diri mereka dan juga mengembalikan emosi mereka agar stabil dan dapat berdamai dengan keadaan dan belajar menerima kekalahan dan memutuskan untuk Kembali bangkit.

            Berdasarkan uraian diatas, Kembali saya tekankan bahwa kondisi psikologis seseorang yang gagal dalam Pemilihan itu tergantung dari seberapa siap mental dan juga material dia dalam menghadapi kekalahannya. Jika dia memiliki kesiapan mental dan materil dan juga dukungan dari keluarga insyaallah amanlah kondisi psikologisnya.

            Dari reviewe diatas jika dikaitkan dengan kondisi sekarang yang sedang berada pada masa peralihan kepemimpinan dan masih tercium bau-bau pemilunya. Mungkin tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian diatas jika kita memutuskan untuk meneliti lagi ditahun ini bagaimana kondisi psikologis mereka yang kalah pemilu. Karena pada sejatinya tidaklah mudah menerima kekalahan apalagi setelah melakukan berbagai cara untuk menang, menyalurkan segala bentuk Upaya, baik itu dari perbuatan yang benar bahkan sampai menghalalkan segala cara untuk mendapatkan suara terbanyak melalui penyuapan dan kecurangan, itu bukanlah hal yang mengejutkan dizaman sekarang yang semuanya haus akan kekuasaan, walaupun tidak semua oknum yang melakukan hal itu tapi percayalah itu bukanlah sesuatu yang asing lagi, dan perbuatan itu sangatlah tidak dibenarkan. Karena dengan seperti itu intensitas dari kata dan hukum Demokrasi akan perlahan luntur dan hilang, dan akan Kembali ke masa Dimana siapa yang memiliki banyak uang, dia yang berkuasa. siapa yang memiliki orang dalam dia yang terpilih. Bukankah seperti itu?.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline