Burung Cemar
Terbang burung cemar, sayap penuh luka,
Mengangkasa kelabu, di langit yang muram,
Tertidur dalam gelap, terbangun di nista,
Mencari setitik terang di ufuk yang kelam.
Dulu ia ceria, dengan nyanyian pagi,
Mengepak sayap bebas, merdeka tak terganti,
Kini ranting-ranting patah, sarang sepi sunyi,
Burung cemar bersedih, tersesat dalam mimpi.
Angin berbisik pilu, memeluknya erat,
Menghapus riuh kicau yang pernah sempat,
Di mata yang lelah, memandang cahaya,
Namun bayang kegelapan terus saja menyapa.
Di ranting-ranting mati, ia tetap menari,
Walau sayap tertambat, tak bisa berhenti,
Mencari makna hidup, di balik semburat hari,
Meski dunia cemari, ia tetap berdiri.
Burung cemar terbang, meski tanpa arah,
Menolak menyerah, dalam lirih yang pasrah,
Karena meski cemar, sayap tetap mengepak,
Mengukir jejak sunyi, hingga senja memeluk rembang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H