Lihat ke Halaman Asli

Dia Menangis Ingin Pulang

Diperbarui: 12 Mei 2022   07:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Hari jumat adalah hari libur dan bebas anak santri Rumah Qur'an Pondok  Attafkir , eh gak bebas-bebas amat sih. Maksudnya anak-anak diliburkan dari kegiatan rutin harian. Seperti belajar kitab Dirosah Pondok, menghapal Al-Qur'an, membaca Tahsin dan membaca buku. 

Jika hari Jumat tiba agenda santri hanya bersih Jumat, membaca surat Alkahfi dan berdoa bersama di sore hari. Selebihnya mereka bisa refreshing, jajan yang thoyyib tapi tidak boleh lebih dari Rp10.000,-  dan berkomunikasi dengan orang tua mereka melalui telpon. Kami memfasilitasi mereka untuk menelpon atau video call karena tidak diperbolehkan membawa Hand Phone sendiri. Satu persatu anak-anak menelpon orangtuanya, melepaskan rasa kangen yang membuncah. 

Namun ada yang lain dari salah seorang anak, dia menangis tersedu-sedu setelah menelpon orangtuanya. Tubuh kecil berbaju kaos putih itu terlihat kian rapuh dalam isaknya satu rasa yang cukup besar membuncah cukup membuat sesak di dadanya. Aku yakin hubungan emosional dia cukup dekat dengan kedua orang tuanya. Suasana menjadi hening saat semua santri  menyadari  ada temannya yang sedang menangis. 

Mereka menghampiri anak tersebut dan berusaha membujuk dan menghiburnya agar tangisannya reda. Namun sepertinya gagal. Inilah ladang pahalaku, kuposisikan diriku pada  tubuh rapuh itu, remaja tanggung yang belajar arti hidup sebenarnya. Yang belajar mandiri jauh dari sentuhan fisik dan perhatian langsung dari orangtua. Semua merasakan hal yang sama.

Kutanya lirih kuselami mata sembabnya. 

"Kenapa menangis, nak?" Jawaban yang sudah mampu kutebak meluncur lemah.

" Ingin pulang," jawabnya, "aku kangen ibu."

Masya Allah ini adalah hal biasa dan sangat wajar terjadi, bahkan dulu sering terjadi anak mencoba kabur saat merasa kangen atau tidak betah di Pondok. Aku mencoba menguatkannya sembari mengelus-ngelus punggungnya.

"Anak sholeh, ummi paham apa yang antum rasakan, antum kangen karena sayangkan sama ibu?"

Ia mengangguk sambil terus terisak. 

"Nah sekarang rasa sayangnya dibuktikan dengan mondok disini, dengan mengikuti keinginan ibu dan ayah untuk mondok."

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline