Lihat ke Halaman Asli

Jangan Lagi Menyebut Perawat "Pembantu Dokter"

Diperbarui: 19 Desember 2021   10:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Ungkapan perawat sebagai "pembantu" dokter nampaknya bukan suatu hal baru yang beredar di masyarakat. Tidak asingnya ungkapan itu didengar telah menunjukkan bahwa sebutan "pembantu" dokter yang ditujukan pada perawat merupakan ungkapan turun temurun. Oleh karena itu, stigma tersebut harus segera dihentikan. Masyarakat perlu diberikan informasi yang benar terkait tugas dan wewenang yang dimiliki oleh profesi perawat dalam memberikan layanan kesehatan.

Setelah perawat diakui sebagai profesi, maka perawat mempunyai otonomi dalam melakukan praktik keperawatan pada klien. Otonomi profesional perawat adalah partisipasi perawat dalam pengambilan keputusan mengenai perawatan pasien dan pengembangan proses perawatan untuk meningkatkan kualitas keperawatan dan keselamatan pasien (Pursio et al., 2021). Bagi para perawat, otonomi juga berarti kemandirian dalam bekerja, bertanggung jawab dan bertanggung gugat pada setiap tindakan yang diambil.

Dalam memberikan asuhan pada klien, perawat akan melakukan tindakan berupa intervensi keperawatan. Meskipun perawat mempunyai independensi, tidak semua intervensi keperawatan dapat dilakukan atas kebijakannya sendiri karena adanya perbedaan jenis intervensi dalam keperawatan. Jenis intervensi yang pertama adalah intervensi mandiri. Pada intervensi mandiri, perawat secara hukum diperbolehkan untuk bekerja sesuai dengan pengetahuan dan keterampilan mereka. Selanjutnya adalah intervensi dependen atau tindakan yang dilakukan perawat dibawah pengawasan atau program dokter. Intervensi yang dilakukan secara dependen misalnya program obat, terapi intravena, dan tes diagnostik. Selanjutnya adalah intervensi kolaborasi atau pelaksanaan intervensi dengan bekerja sama dengan tenaga kesehatan lain.

Dikarenakan perawat berhubungan langsung dengan pasien, penting untuk menerapkan prinsip-prinsip etika untuk memastikan profesionalisme mereka dalam praktik. Untuk menerapkan prinsip-prinsip etik, standar pelayanan yang terkandung dalam kode etik diperlukan oleh perawat. Di Amerika, kode etik keperawatan dibuat oleh American Nurses Association (ANA). Kode etik yang ditetapkan oleh ANA mempunyai dua prinsip untuk otonomi profesional perawat, yaitu tanggung jawab dan akuntabilitas. Menurut prinsip tanggung jawab, semua tindakan yang dikerjakan maupun tindakan yang didelegasikan kepada orang lain harus dapat dipertanggungjawabkan oleh perawat. Contoh penerapan prinsip tanggung jawab dapat ditemukan pada perawat-perawat yang mengikuti kebijakan dan prosedur pelayanan kesehatan tempat mereka bekerja. Selain bertanggung jawab, perawat juga harus mampu bertanggung gugat pada setiap tindakan yang dilakukan atau disebut juga dengan akuntabilitas. Akuntabilitas memungkinkan perawat untuk menjelaskan perilaku profesional mereka kepada klien maupun pimpinan.

Saat memberikan perawatan, perawat mempunyai tugas dan wewenang yang telah diatur dengan tegas batas-batasnya. Tugas dan kewenangan perawat termuat dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2019. Tugas-tugas yang dimiliki perawat antara lain memberi asuhan keperawatan, menjadi penyuluh dan konselor untuk klien, pengelola pelayanan keperawatan, peneliti keperawatan, pelaksana tugas berdasarkan pelimpahan wewenang dan dalam kondisi tertentu. Selain tugas, perawat juga diberikan kewenangan, yaitu melaksanakan proses keperawatan secara holistik, melakukan rujukan, memberi tindakan dalam keadaan gawat darurat sesuai kompetensi, memberikan konsultasi keperawatan dan berkolaborasi dengan dokter, melaksanakan penyuluhan dan konseling, dan melakukan penatalaksanaan pemberian obat kepada klien sesuai dengan resep tenaga medis.

Sebelum melakukan praktik keperawatan, seorang perawat harus memiliki izin praktik yang disebut dengan Surat Izin Praktik Perawat (SIPP). Untuk mendapatkan SIPP, perawat diharuskan lulus dalam uji kompetensi dan mempunyai sertifikat kompetensi atau sertifikat profesi yang kemudian menjadi syarat agar Surat Tanda Registrasi Perawat (STRP) dapat diterbitkan. Jika memenuhi persyaratan, perawat dapat memperpanjang STRP yang dimiliki setelah masa berlakunya habis. Perawat yang sudah memiliki STRP dapat mengajukan SIPP ke pemerintah kabupaten atau kota.

Melalui tulisan ini, saya berharap agar para pembaca dapat mengenali profesi perawat yang sebenarnya. Peran perawat bukan lagi sebatas memasang infus ataupun menyuntik karena tugas dan wewenang perawat secara jelas telah diatur dalam regulasi keperawatan di Indonesia. Dengan otonomi professional yang dimiliki, perawat tidak perlu lagi menunggu instruksi dokter dalam melaksanakan tindakan-tindakan yang secara hukum termasuk dalam intervensi mandiri perawat. Dengan demikian, jelas terlihat bahwa saat ini profesi perawat telah menjadi profesi yang berdiri secara kokoh dan bekerja berdampingan dengan dokter dan tenaga kesehatan lain bukan lagi sebagai "pembantu dokter".

Referensi

Berman, A., Snyder, S., J., & Frandsen, G. (2016). Kozier & Erb's Fundamentals of Nursing: Concepts, Process, and Practice. 10th Edition. New Jersey: Pearson Education.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2019). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2019 Tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2014 Tentang Keperawatan.

Novieastari, E., Ibrahim, K., Deswani, & Ramdaniati, S. (2020). Dasar-Dasar Keperawatan Volume 1 (9th ed.). Singapore: Elsevier Singapore Pte Ltd.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline