Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh, Ada pepatah yang mengatakan tak kenal maka tak sayang, tak sayang maka tak cinta. maka dari itu untuk memperluas pertemana perkenalkan nama Saya Siti Fatimah AnggraenI Bahar dari Fakultas Farmasi-Universitas Hasanuddin Makassar
Pada artikel ini, saya membahas tentang Tanggung Jawab kaum Intelektual dan Wajah OrganisasI Farmasi. Pertama saya akan membahas terlebih dahulu tentang Tanggung Jawab Kaum Intelektual.
Apasih itu kaum inteletual? apakah inteltual itu? Bisakah kaum intelektual bersikap netral? Tidak bisa. George Orwell, novelis Inggris yang terkenal itu, malah mengaku bahwa titik awalnya ketika menulis selalu pada keberpihakan. Orwell sendiri dikategorikan sebagai novelis yang teguh menentang segala bentuk ketidakadilan dan otoritarianisme.
Bahkan, kata Orwell, pendapat bahwa pengetahuan harus bebas dari politik adalah sebuah sikap politik. Artinya, tidak ada produk pengetahuan, termasuk buku-buku maupun setumpuk artikel di internet, yang benar-benar murni dan bebas dari sebuah keberpihakan politik.
Intelektual tidak lahir dari ruang bebas. Sastrawan terkemuka Indonesia, Pramoedya Ananta Toer, pernah bilang, "semua yang terjadi di bawah kolong langit ini adalah urusan setiap orang yang berfikir." Dengan demikian, adalah absurd untuk memagari ilmu pengetahuan dari berbagai persoalan kehidupan.
Indonesia, salah satu negeri di bawah kolong langit ini, punya begitu banyak persoalan yang melilit kehidupan rakyatnya. Hampir setiap hari kita bisa menyaksikan berbagai ketidakadilan di negeri ini. Anda tidak butuh waktu lama duduk manis di depan TV bila hanya untuk menyimak berbagai kejadian yang menyayat rasa keadilan dan kemanusiaan.
Semua kejadian itu menohok rasa kemanusiaan kita. Pram pernah bilang, "kalau kemanusiaan tersinggung, semua orang yang berperasaan dan berfikiran waras ikut tersinggung, kecuali orang gila dan orang yang berjiwa kriminal, biarpun dia sarjana." Artinya, Pram mengingatkan, tugas seorang intelektual adalah membela kemanusiaan.
Apa yang kita tuntut dari kaum intelektual? Menjawab hal itu, Noam Chomsky dalam The Responsibility of Intellectuals mengatakan, seorang intelektual dengan status istimewanya berkewajiban memajukan kebebasan, keadilan, kemanusiaan, dan perdamaian. Kata Chomsky, kaum intelektual tidak sekedar bertugas menyingkap kebohongan penguasa, tetapi juga menjelaskan sejauh apa kita terlibat dalam kejahatan itu dan bagaimana menghentikannya.
Di Indonesia, kaum intelektual sulit menjalankan fungsi ini. Maklum, sebagian besar kaum intelektual Indonesia adalah keluaran Universitas. Sementara hampir semua Universitas di Indonesia telah kehilangan daya kritisnya sejak orde baru hingga sekarang ini. Ide-ide yang dikembangkan di Universitas hanyalah ide-ide yang sejalan dengan kepentingan penguasa
Selama puluhan tahun, seperti dikatakan Daniel Dhakidae dalam "Cendekiawan Dan Kekuasaan Dalam Negara Orde Baru", sebagian besar intelektual menjadi pendukung propaganda dan kebohongan orde baru. Mereka turut menutup rapat kejahatan orde baru sejak 1965 hingga 1998. Kita tahu, kebijakan pembangunan rezim orde baru dirancang oleh segerombolan teknokrat didikan barat. Mereka sering disebut "mafia barkeley".
Mafia Barkeley memaksakan keyakinan mereka: kebebasan pasar dan peran minimum negara. Namun, baik dalam sejarah perekonomian dunia maupun perekonomian Indonesia, teori itu terbukti gagal. Berbagai krisis besar dunia, seperti depresi besar 1930-an.