Lihat ke Halaman Asli

Siti Makhfudhoh

mahasiswa Institut Agama Islam Tazkia Bogor

Islamic Wealth Management: Memutus Rantai Hutang di Era Konsumerisme

Diperbarui: 30 Maret 2024   21:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Siti Makhfudhoh_Fakultas Ekonomi dan Binsis Islam Institut Agama Islam Tazkia Bogor_@tazkiaofficial

Islam sebagai agama rahmatal lil alamin yang memberikan panduan dalam mengelola harta dengan menggunakan konsep manajemen harta yang sangat komperhensif. Konsep ini tidak hanya sebatas membantu mencapai kemandirian finansial, namun juga membawa keberkahan dan kebahagiaan dalam hidup.  Kemandirian finansial merupakan kondisi seseorang dimana seorang tersebut mampu memenuhi kebutuhan hidupnya tanpa harus bergantung pada orang lain. Hal ini menjadi impian setiap orang terutama di era modern yang penuh dengan tuntutan finansial.

Seiring dengan itu, kemunculan dan perkembangan budaya konsumerisme telah meluas ke seluruh dunia. Konsumerisme sebagai nilai utama budaya konsumen telah menjadi fenomena internasional. Era industry dengan globalisasi dan kapitalisme ini mendorong konsumerisme sebagai bagian dari dunia modern. Terlepas dari kelebihannya, konsumerisme membawa banyak permasalahan yang dirasakan masyarakat antara lain pergeseran nilai dari nilai kekerabatan dan agama yang bersifat tradisional menjadi nilai konsumerisme, ketimpangan pendapatan, kekayaan, dan kekuasaan, serta jenis kemiskinan baru yang disebabkan oleh konsumen yang cacat.

Konsumerisme disini diartikan sebagai materialisme berlebihan dan pemborosan sumber daya. Disisi lain, Islam sebagai agama yang komperhensif harusnya mampu memberikan solusi terhadap setiap permasalahan kehidupan manusia, termasuk masalah konsumerisme. Hal ini sesuai dengan kenyataan bahwa dalam islam, konsep pembangunan ekonomi bersifat komperhensif dan terintegrasi antara aspek moral, spiritual, material, sosial, dan ekonomi. Jika meninjau dari literature para ulama, kita bisa memilih unsur-unsur penting dalam pengelolaan kekayaan secara islami untuk mencegah budaya konsumerisme. Pertama, menggunakan kekayaan untuk memperoleh keberkahan Allah dan memperkuat keimanan kepada Allah, juga membersihkan diri dari keserakahan. Kedua, tanggung jawab terhadap keluarga. Ketiga, kewajiban sosial yang wajib seperti membayar pajak. Keempat, peran produktif dalam merangsang pertumbuhan ekonomi, meningkatkan efisiensi dan produktivitas, membelanjakan dana untuk penelitian dan pengembangan. Kelima, tanggung jawab sosial secara sukarela untuk memberantas kemiskinan dan kebodohan. Keenam, peran kepemimpinan dalam melindungi islam, melawan ketidakadilan da eksploitasi, meningkatkan moralitas dan ekonomi pasar.

Konsumerisme membawa banyak dampak negative. Dampak negatifnya berdampak pada masyarakat secara umum dan keuangan individu. Dampak negative konsumerisme terhadap keuangan individu adalah ketidakseimbangan, jebakan hutang, tidak adanya tujuan keuangan jangka panjang, tidak ada alokasi produktif dan amal. Dalam perspektif Islam, dampak negatif konsumerisme terhadap individu dan masyarakat tidak dapat dipisahkan karena masyarakat dibangun dari sekelompok individu. Dampak negatifnya antara lain: menjadi alat berbuat maksiat, mendatangkan kekhawatiran dan masalah berat bagi individu dan keluarga, menyia-nyiakan harta, menghalangi mengingat Allah, menimbulkan kebencian dan kecemburuan dari si miskin kepada si kaya, meningkatkan inflasi. Semua permasalahan tersebut menimbulkan kenakalan dan kehancuran, merusak urusan duniawi dan agama, meningkatkan ketimpangan kekayaan, ketimpangan ekonomi, kelangkaan sumber daya, kekayaan terdistribusi pada sektor-sektor terlarang dan tidak merata.

Pada dasarnya permasalahan konsumerisme adalah umat Islam tidak mengamalkan ajaran Islam secara komprehensif, tersirat dua hal penting yang harus kita perhatikan, ketidaktahuan dan kelalaian. Oleh karena itu mengembalikan konsep kekayaan dan cara mengelolanya menurut ajaran Islam merupakan hal yang sangat substansial. Pada dasarnya konsep kekayaan dalam Islam digambarkan dalam empat tema utama yaitu: kekayaan itu sendiri, rizqi, keberkahan, dan standar kecukupan. Konsep-konsep ini secara khusus diambil dari perspektif pengelolaan kekayaan Islam dan pandangan Islam tentang pekerjaan.

Menghindari jebakan utang merupakan salah satu bagian penting dalam konsep integral pengelolaan kekayaan Islam. Berutang karena hal yang tidak penting sangat tidak dianjurkan. Islam pada awalnya membolehkan berhutang, namun hanya menjadi solusi ketika tidak ada alternatif lain selain berhutang. Dalam keuangan pribadi yang sudah terkorupsi dengan konsumerisme yang tidak terkendali, alokasi pendapatan hanya terkonsentrasi pada konsumsi jangka pendek berdasarkan kebutuhan dan keinginan. Pembelanjaan untuk kebutuhan dilakukan tanpa memperhatikan kebutuhan finansial jangka panjang seperti pendidikan dan persiapan pensiun. Tujuan menabung dan investasi untuk kebutuhan keuangan jangka panjang tidak dapat tercapai. Fokus pada konsumsi juga membuat masyarakat melupakan perlunya mengalokasikan pendapatan untuk tujuan produktif dan amal.

Pokok-pokok kekayaan dalam Islam adalah Pertama, kepemilikan kekayaan secara mutlak ada di tangan Allah; Kedua, kekayaan merupakan nikmat dari Allah; Ketiga, kekayaan merupakan pilar utama Dakwah; Keempat, kekayaan sebagai sarana untuk mencapai al Falah. Allah adalah pemilik mutlak segala kekayaan, dan selama di dunia manusia diberikan kekayaan sebagai anugerah dari Allah. Hal ini merupakan konsekuensi dari tauhid, seseorang yang mengaku Islam sebagai agamanya harus meyakini hal tersebut. Dan sebagai pengelola kekayaan Allah, manusia harus mengelola kekayaan menurut aturan yang telah ditetapkan oleh pemiliknya. Salah satu cara menafkahkan harta adalah dengan memperlancar dakwah guna mencapai kesejahteraan dan kesejahteraan manusia di dunia dan di akhirat. IWM memiliki tiga prinsip yang dapat dijadikan landasan konsumsi dalam keuangan pribadi. Ketiga prinsip tersebut adalah (1) halal dan baik, (2) moderasi, dan (3) keseimbangan. Ketika prinsip-prinsip ini diterapkan untuk mengatur perilaku konsumtif manusia dalam mengelola kecukupan kekayaan, khususnya keuangan pribadi, maka secara permasalahan konsumerisme akan berkurang.

Referensi :

Farisah Amanda, B. T. (2018). Consumerism in Personal Finance: An Islamic Wealth Management Approach. Al-Iqtishad: Jurnal Ilmu Ekonomi Syariah (Journal of Islamic Economics), 325 - 340.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline