Lihat ke Halaman Asli

S. Kholipah

Sedang belajar menulis

Kenapa Aku Harus Cantik?

Diperbarui: 17 November 2024   17:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Ketika masih sekolah dasar aku belum mengerti tentang apa itu cantik. Aku menikmati hari-hari tanpa memperdulikan apakah aku menarik di mata orang lain atau tidak. Aku bersenang-senang berteman dengan siapapun tanpa memandang orang dari ujung kepala hingga ujung kaki. Semuanya terasa sangat menyenangkan baik yang dilakukan sendiri maupun bersama teman, namun ketika hati ini sudah muncul ketertarikan pada lawan jenis disitulah perlahan aku mengenal kata cantik. Hingga akhirnya aku mengerti, betapa pentingnya kecantikan bagi seorang perempuan.

Semakin beranjak dewasa, ditambah gempuran media sosial yang menunjukan berbagai kecantikan wanita di luar sana, hati ini seringkali mengeluh dengan fisik wajah yang terasa jelek di pandangan mata. Aku selalu bertanya-tanya "kenapa aku tidak secantik mereka? kenapa aku diberikan fisik yang jelek? Betapa bahagianya jika punya wajah secantik mereka!"

Hati yang sering mengeluh ini semakin lama semakin membuat beban hidup bertambah berat dan untuk menghilangkan beban itu aku mencari cara agar bisa menjadi cantik. Memakai skincare, pakaian yang indah, bertingkah manis dan hal lain yang bisa mendapatkan pujian cantik. Tapi ternyata itu tidak terlalu berpengaruh, hati ini tetap saja mengeluh ketika melihat wanita-wanita lain memamerkan kecantikannya di layar kaca.

Aku pun bertanya kepada diri sendiri. Kenapa aku harus cantik? Untuk apa aku menjadi cantik? Apa yang aku cari dari arti cantik? Apakah ada jaminan hidupku akan bahagia jika aku menjadi cantik? Sungguh, hati ini sudah lelah mengeluh. Tidak bisakah aku menerima dengan lapang dada dengan fisik begini adanya?

Sulit untuk menerima fisik diri sendiri tetapi karena sudah terlalu lelah dengan beban hati yang disebabkan oleh diri sendiri maka dengan sedikit paksaan aku belajar untuk mulai menerima diri ini dengan seutuhnya. Prosesnya sangat lama dan terkadang masih suka sedikit mengeluh. (proses penerimaannya akan diceritakan di artikel yang berbeda)

Dengan proses yang tidak sebentar akhirnya aku berada di titik tersenyum ketika melihat bayangan wajah di dalam cermin. Aku tidak memaksakan afirmasi bahwa diri aku cantik dan tidak juga mengeluh dengan rupa yang ada.

Aku mencintai diriku bukan karena aku cantik, tetapi karena kelebihan-kelebihan yang ada di dalam diriku, hingga akhirnya aku bisa melihat diriku cantik dalam versi yang berbeda.

Sungguh, Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.

Kemudian Kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan. Surah At-Tin (95: 4-6)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline