Lihat ke Halaman Asli

S. Kholipah

Sedang belajar menulis

Mengungkap Misteri Aset Wakaf

Diperbarui: 18 Januari 2024   17:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Perlu diketahui bahwa segala sesusatu yang telah seseorang wakafkan baik itu berupa benda bergerak, benda mati maupun harta tidak akan berkurang nilainya sampai tidak terbatas waktunya. Wakaf dibagi menjadi 2 yaitu wakaf secara permanen (selamanya) atau temporer (berbatas waktu). Diadakannya wakaf temporer ini agar para wakif (orang yang berwakaf) bisa mewakafkan hartanya tanpa takut kekurangan harta dimasa mendatang.

Untuk tetap menjaga nilai asset wakaf ini diperlukan orang atau organisasi yang dapat mengelolanya yang disebut nadzir. Jadi, apakah asset wakaf bisa menjadi hak milik nadzir maupun orang lain?

jawabannya adalah 'Big NO" tentu saja tidak karena asset wakaf digunakan untuk kepentingan sosial seperti sarana dan kegiatan ibadah, Pendidikan, serta untuk meningkatkan ekonomi ummat. Hanya saja karena nadzir telah  mengelola dan mengembangkan asset wakaf, maka di berikan ujroh/beberapa persen hasil kelolaan asetnya.

Nadzir dalam mengelola asset wakaf memiliki aturan khusus yaitu PSAK (Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan) 112 yang kini telah berubah menjadi PSAK 412 agar tidak terjadi adanya fraud (kecurangan) dan kesalahan dalam mengelola wakaf. PSAK 412 ini mengatur akuntansi wakaf yang didalamnya terdapat pengakuan, pengukuran, penyajian, dan pengungkapan transaksi wakaf.

1.      a. Pengakuan asset wakaf

Entias wakaf dalan hal ini adalah nadzir, dapat mengakui penerimaan asset wakaf (awal) pada saat telah terjadinya pengalihan kendali secara fisik asset (manfaat ekonomi) juga secara hukum yaitu dengan adanya akta ikrar wakaf. Apabila belum terpenuhi dari keduanya maka belum bisa diakui sebagai penerimaan wakaf, namun harus tetap diungkapkan dalam catatan atas laporan keuangan (CALK). Seperti halnya wasiat wakaf dan janji wakaf, keduanya tidak dapat diakui sebagai penerimaan.

Pada wakaf temporer diakui asset wakafnya sebagai liabiltas (utang). Mengapa demikian? karena wakaf temporer harus dikembalikan asetnya pada saat waktu yang telah ditentukan, sehingga penghasilan entitas wakaf terdapat pada hasil pengelolaan asset wakaf tersebut (imbal hasil).

ilustrasi wakaf temporer:

Andi mewakafkan uangnya sebesar Rp.1.000.000 kepada nadzir Amanah dengan akad temporer selama 2 tahun. Ketika dikelola oleh nadzir dari uang Rp.1.000.000 mendapat keuntungan sebesar Rp.200.000. maka yang diakui sebagai penerimaan wakaf adalah Rp.200.000. Sedangkan uang Rp.1.000.000 diakui sebagai utang yang mana jika masa akad 2 tahun tersebut telah habis akan dikembalikan lagi kepada Andi.

b. Pengakuan manfaat wakaf

Asset wakaf yang diterima oleh entitas wakaf tidak hanya dikelola, tetapi juga dialokasikan manfaatnya kepada para mauquf alaih yang mana ia adalah pihak yang ditunjuk wakif untuk menerima manfaat dari wakaf tersebut. Untuk mengakui penyaluran tersebut, entitas wakaf memiliki syarat yang harus dipenuhi, yaitu manfaat wakaf harus diterima secara langsung oleh mauquf alaih. Apabila penyaluran dilakukan melalui pihak ketiga, hal ini dianggap sebagai piutang wakaf hingga pihak ketiga memberikan manfaatnya secara langsung kepada mauquf alaih. Dengan demikian, proses pengelolaan dan penyaluran manfaat wakaf menjadi jelas dan terstruktur, menjaga kejelasan hubungan antara entitas wakaf, pihak ketiga, dan mauquf alaih.

2.      Pengukuran asset wakaf

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline