Pernahkah Anda bertanya-tanya, bagaimana seorang anak yang awalnya lemah, lembut, dan ramah ketika bertambah usia malah menjadi anak yang otoriter? Sebenarnya apa fenomena "Anak Otoriter" ini dan apa faktor penyebabnya?
Orang tua adalah figur yang bertanggung jawab dalam mendidik dan mengasuh anak. Orang tua merupakan madrasah pertama yang membentuk perilaku anak. Anak belajar dengan mengamati, meniru, dan bereksperimen dari lingkungan terdekat mereka (Siahaan, 2020). Salah satu lingkungan terdekat bagi anak adalah orang tua.
Anak adalah pengamat dan pembelajar yang handal. Mereka merupakan cerminan dari orang tuanya. Mereka menirukan perilaku orang tua melalui pengamatan setiap gerak-geriknya. Kemudian peniruan perilaku orang tua yang berulang-ulang pada anak, perlahan dapat membentuk watak dasar anak. Hal ini dipertegas oleh Morris et al. (2017), bahwa anak-anak menjadikan orang tua sebagai role model dan segala sesuatu yang didapatkan anak adalah hasil dari pengamatannya dari orang tua. Selanjutnya menurut Sujiono (2019), anak-anak menirukan kegiatan yang dilakukan orang yang dijumpainya sehari-hari atau berperan sebagai orang dewasa yang biasa dijumpainya atau tokoh-tokoh film atau dongeng. Berdasarkan narasi di atas, dapat disimpulkan bahwa lingkungan tempat anak berinteraksi memiliki pengaruh dalam proses pembentukan karakter anak disepanjang hayatnya.
Selain faktor interaksi dengan lingkungan, anak juga mendapatkan pola asuh dari orang tuanya. Menurut Sari (2020), pola asuh adalah segala sesuatu yang dilakukan orang tua untuk membentuk perilaku anak yang meliputi kasih sayang, hukuman, peringatan, aturan, pengajaran, serta perencanaan. Gaya pola asuh orang tua mempunyai pengaruh yang besar terhadap kehidupan anak ketika dewasa. Ironisnya di Indonesia, banyak orang tua yang tidak menyadari tindakan yang dilakukan terhadap anak dapat menyebabkan efek samping jangka panjang terhadap pembentukan watak anak. Masih banyak orang tua yang menerapkan kembali pola asuh yang didapatnya dari orang tuanya, walaupun mereka mengetahui pola asuh tersebut kurang memanusiakan buah hatinya. Gaya pola asuh yang dimaksud adalah "Pola Asuh Otoriter".
Pola asuh otoriter merupakan pola asuh yang menekankan batasan dan larangan mutlak pada anak tanpa kompromi dan memperhitungkan keadaan anak. Orang tua akan menghargai anak jika mereka patuh terhadap perintah dan tidak melawan orang tua karena arahan dan pendapat merekalah yang paling baik dan paling benar (Berangka, 2018). Menurut Hartaty & Aziz (2013), Mangesti (2013), Ayun (2017), dan Diana (2023) pola asuh otoriter memiliki karakteristik sebagai berikut:
- Orang tua bertindak keras dan cenderung diskriminatif,
- Orang tua mempunyai kontrol yang sangat tinggi terhadap anak,
- Orang tua memiliki ekspektasi dan tuntutan yang tinggi terhadap anak,
- Orang tua memaksa anak untuk patuh pada nilai-nilai mereka,
- Orang tua mencoba membentuk tingkah laku sesuai dengan tingkah lakunya serta cenderung mengekang keinginan anak,
- Orang tua memiliki tingkat responsif yang rendah terhadap anak,
- Orang tua memberikan hukuman yang keras apabila anak melanggar "aturan" yang ditetapkan,
- Orang tua membatasi eksplorasi anak, sehingga mereka harus mengikuti pengarahan yang diberikan dan menghormati usaha-usaha yang telah dilakukan orang tua,
- Orang tua seringkali mengucapkan kalimat yang membuat anak tidak dapat berbicara atau mengeluarkan pendapatnya, dan
- Orang tua terkadang melakukan kekerasan fisik dan verbal apabila sang anak membangkang.
Mengasuh anak dengan cara otoriter mungkin dapat membentuk watak anak menjadi disiplin dan penurut sesuai yang diharapkan orang tuanya. Akan tetapi cara tersebut dapat menjadi bumerang bagi mereka, anak tersebut bisa saja tumbuh menjadi orang yang pemberontak dan sulit untuk diarahkan, atau disebut otoriter. Selain itu menurut Fadli (2023), anak yang tumbuh dengan pola asuh otoriter dapat mengalami berbagai masalah, diantaranya:
- Anak memiliki tingkat depresi yang tinggi,
- Anak memiliki tingkat kecemasan yang tinggi,
- Anak tidak memiliki keterampilan sosial,
- Anak takut untuk berpendapat,
- Anak tidak bisa membuat keputusan sendiri,
- Anak memiliki tingkat percaya diri yang rendah,
- Anak tidak merasakan aman,
- Anak tidak mendapatkan kasih sayang seharusnya,
- Anak tidak merasa bahagia,
- Anak akan menganggap kekerasan adalah hal yang normal, dan
- Anak melampiaskan kemarahannya di luar rumah.
Maka, orang tua sebaiknya memahami dampak negatif dari pola asuh otoriter dan menghindarinya. Alangkah lebih baik orang tua menggunakan "Pola Asuh Demokratis" agar Anda dapat mengembangkan potensi buah hati Anda secara optimal.
Lantas muncul pertanyaan baru, bagaimana cara mengatasi pola asuh otoriter pada anak yang sedang berkembang?
Dilansir dari laman Suara.com dan Kompas.com, terdapat beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi pola asuh otoriter pada anak yang sedang berkembang, antara lain:
- Sadari dan pahami situasi
Sadari bahwa orang tua menerapkan pola asuh otoriter dan pahami dampak negatifnya pada anak. Hal ini dapat membantu anak memahami situasi dan menemukan cara untuk menghadapinya.
- Komunikasi Asertif
Komunikasi asertif dapat membantu anak untuk mengungkapkan pendapatnya dengan jelas dan tegas tanpa melukai perasaan orang tua. Hal ini dapat membantu anak untuk memperoleh kebebasan dalam mengambil keputusan dan mengembangkan keterampilan komunikasi yang baik.
- Kemauan kuat untuk memperbaiki komunikasi
Kemauan kuat untuk memperbaiki komunikasi dapat membantu anak dan orang tua untuk memperbaiki hubungan dan membangun kepercayaan satu sama lain. Hal ini dapat membantu anak untuk merasa lebih nyaman dan terbuka dalam berbicara dengan orang tua.
- Meminta dukungan dari orang sekitar
Meminta dukungan dari orang sekitar, seperti teman, keluarga, atau konselor, dapat membantu anak untuk mengatasi pola asuh otoriter yang diterapkan oleh orang tua. Hal ini dapat membantu anak untuk merasa didukung dan memperoleh dukungan yang dibutuhkan untuk mengatasi masalah.
Dalam mengatasi pola asuh otoriter pada anak, diperlukan kerjasama antara anak dan orang tua untuk memperbaiki hubungan dan membangun kepercayaan satu sama lain. Selain itu, diperlukan kesabaran dan ketekunan dalam mengatasi masalah ini, karena perubahan tidak akan terjadi secara instan.
Referensi
Adit, A. (2020). 3 Jenis Pola Asuh Orang tua dan 9 Strategi Pengasuhan Positif Pada Anak Halaman all - Kompas.com. Diakses Rabu, 1 November 2023 pukul 17.54 WIB.
Ayun, Q. (2017). Pola asuh orang tua dan metode pengasuhan dalam membentuk kepribadian anak. ThufuLA: Jurnal Inovasi Pendidikan Guru Raudhatul Athfal, 5(1), 102-122.
Berangka, D. (2018). Pengaruh Pola Asuh Orang tua, Budaya Sekolah dan Motivasi Belajar Terhadap Disiplin Belajar Siswa SMP Di Lingkungan YPPK Distrik Merauke. Jurnal Masalah Pastoral, 6(1), 17-46.
Fadli, R. (2023). Mengenal Pola Asuh Otoriter: Pengertian, Ciri, dan Dampaknya pada Anak (halodoc.com). Diakses Rabu, 1 November 2023 pukul 17.37 WIB.
Hartaty, D. F., & Azis, A. (2014). Hubungan Antara Pola Asuh Otoritarian Dan Konformitas Teman Sebaya Dengan Kenakalan Remaja. Analitika: Jurnal Magister Psikologi UMA, 6(1), 1-8.
Istiana, Y. (2017). Konsep-Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini. DIDAKTIKA: Jurnal Pemikiran Pendidikan, 20(2), 90-98.