Borbour dalam karyanya, When Science Meets Religion: Enemies, Strangers, or Partners? membuat suatu tipologi hubungan antara Sains dan Agama. Konteks keilmuan dalam Islam menurut Borbour itu ada empat yaitu, konflik, independen, dialog, dan integrasi. Dalam konteks konflik menjelaskan bahwa agama dan sains merupakan dua hal yang berbeda dan saling bertentangan, dalam artian agama tidak dapat membuktikan kepercayaan dan pandangan terhadap Tuhan secara jelas, sementara sains bisa. Dalam konteks independen menjelaskan bahwa agama dan sains itu mempunyai persoalan, wilayah, dan metode yang berbeda. Masing-masing memiliki tingkat kebenarannya sendiri-sendiri, sehingga tidak perlu adanya hubungan kerja sama atau konflik antar keduanya. Kemudian dalam konteks dialog menjelaskan bahwa kedanya itu bisa di dialogkan. Dan dalam konteks integrasi antara agama dan sains keduanya tidak dapat dipisahkan. Dalam konteks-konteks tersebut para tokoh ilmuwan sains lebih memfokuskan pada integrasi nya. Nah jadi pada artikel ini saya akan membahas mengenai "Paradigma integrasi dalam ilmu geologi dengan nilai epistemologi pada bidang sains".
Paradigma pertama kali dikemukakan oleh Thomas S. Kuhn dalam The Structure of Scientific Revolution. Kuhn mendefinisikan paradigma sebagai pandangan hidup (world-view atau weltanschauung) yang dimiliki oleh ilmuwan dalam suatu disiplin tertentu. Sedang Robert A.Friedrichs dalam Sociology of sociology mendefinisikan paradigma sebagai suatu gambaran yang mendasar mengenai pokok permasalahan yang dipelajari dalam suatu disiplin. Dan Muslih mengibaratkan paradigma sebagai sebuah jendela tempat orang mengamati dunia luar, tempat orang bertolak menjelajahi dunia dengan wawasannya (world-view) dan adapun sebagian masyarakat memahaminya sebagai hubungan antara ilmu-ilmu agama dan ilmu-ilmu pengetahuan.
Ilmu Geologi sendiri adalah ilmu yang mempelajari tentang bumi beserta isinya, termasuk material, struktur, kerak bumi, serta sejarah evolusinya. Paradigma Integrasi adalah fungsi atau sifat dari ilmu pengetahuan sendiri baik secara teori atau pun konsep yaitu untuk menjelaskan, menjawab persoalan, dan memprediksi masa depan.
Sebagai khalifahnya Alloh, kita harus bisa menjaga, melestarikan alam dan membangun harmoni. Kita juga harus menjadi orang yang visioner (orang yg mimpinya jelas). Di dunia ini tidak ada hal yang tidak mungkin. Kita itu harus memiliki positive action karena tindakan yang positif pasti akan kembali kepada hal yang positif juga, begitupun sebaliknya.
Implikasi Ilmu Geologi Dengan Nilai Epistemologi
Epistemologi adalah cabang filsafat yang mempelajari sifat, asal, dan batasan pengetahuan. Dalam sains epistemologi membantu kita untuk memahami bagaimana pengetahuan itu dibangun, diuji, dan divalidasikan.
Menurut Muhammad Abid Al-Jabiri nilai epistemologi islam itu dibagi menjadi tiga yaitu, epistemologi bayani, epistemologi burhani, dan epistemologi irfani. Sedangkan menurut Al-Jabiri melihat epistemologi irfani itu tidak penting dalam perkembangan pemikiran islam. Dan menurut Amin Abdullah ketiga nilai epistemologi tersebut seharusnya bisa berjalan beriringan.
Dalam perspektif Bayani, Burhani, dan Irfani memahami struktur geologi dan proses alami yang terjadi di bumi sangat lah penting untuk pengelolaan sumber daya yang berkelanjutan. Dengan memahami strategi dan prinsip-prinsip epistemologi, terutama di wilayah yang rawan terhadap bencana seperti gempa bumi dan letusan vulkanik. Maka keduanya dapat saling bekerja sama untuk membuat kebijakan yang lebih responsif dan adaptif terhadap tantangan lingkungan dan membantu pembangunan yang berkelanjutan.
Berikut landasan atau cara kita mengembangkan ilmu pengetahuan melalui relasi integrasi bukan dikotomi melalui beberapa ayat seperti, Bayani ( berupa teks dari Al-Qur'an) , Burhani ( sumber pengetahuan adalah sebuah realitas contohnya bisa berupa manusia, langit, dan bumi sehingga memunculkan ilmu sains) dan Irfani ( diambil dari sisi nilai ataupun manfaatnya).
Berikut tiga macam nilai epistemologi:
1. Bayani