Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS menguat 26 poin menjadi Rp 15.806/USD setelah sebelumnya melemah Rp 15.832/USD. Stabilitas nilai tukar penting untuk memberikan kepastian bagi dunia usaha dan investor dalam mengambil keputusan ekonomi jangka panjang.
Volatilitas nilai tukar rupiah sering dianggap sebagai faktor ketidakpastian yang menghambat investasi, namun dalam konteks yang lebih luas, fluktuasi ini juga dapat menciptakan peluang strategis, khususnya dalam mendorong investasi di sektor energi terbarukan. Ketika rupiah mengalami depresiasi terhadap dolar AS, biaya impor bahan baku energi fosil seperti minyak dan gas menjadi lebih mahal.
Hal ini menambah beban bagi perekonomian Indonesia yang masih sangat bergantung pada impor energi. Sebagai respons, tekanan ini bisa menjadi pendorong bagi pemerintah dan sektor swasta untuk beralih ke sumber energi lokal yang lebih stabil dan berkelanjutan.
Kelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS menambah biaya produksi energi fosil, yang sebagian besar bahan bakunya diimpor. Kenaikan harga impor energi memicu inflasi yang lebih tinggi dan menekan daya beli masyarakat.
Dalam kondisi ini, energi terbarukan seperti tenaga surya, angin, panas bumi, dan bioenergi dapat menjadi alternatif yang lebih menarik karena tidak bergantung pada volatilitas mata uang asing. Investasi dalam energi terbarukan dapat mengurangi eksposur Indonesia terhadap risiko nilai tukar, dengan mengandalkan sumber daya alam lokal yang melimpah.
Volatilitas rupiah juga dapat digunakan sebagai argumen untuk mempercepat diversifikasi sumber energi di Indonesia. Dengan harga impor energi yang terus meningkat, insentif bagi investor untuk mengembangkan proyek energi terbarukan menjadi lebih besar, terutama jika pemerintah memberikan kebijakan dukungan seperti feed-in tariff atau insentif fiskal.
Diversifikasi ini tidak hanya mengurangi risiko ekonomi akibat fluktuasi nilai tukar, tetapi juga memperkuat ketahanan energi nasional dalam jangka panjang.
Tekanan nilai tukar yang meningkat juga memberikan insentif bagi Indonesia untuk mengurangi ketergantungan pada teknologi impor dan mengembangkan infrastruktur lokal di sektor energi terbarukan.
Jika Indonesia mampu mengembangkan industri manufaktur lokal untuk memproduksi panel surya, turbin angin, atau komponen pembangkit listrik lainnya, maka tekanan akibat fluktuasi nilai tukar bisa dikurangi. Peningkatan kapasitas industri domestik ini akan menciptakan lapangan kerja baru, meningkatkan daya saing produk lokal, dan mengurangi biaya proyek energi terbarukan di dalam negeri.
Tren global saat ini menunjukkan adanya pergeseran besar menuju energi hijau, dengan banyak negara mulai beralih ke sumber energi yang lebih bersih sebagai bagian dari upaya mengatasi perubahan iklim.