Lihat ke Halaman Asli

Sintren dan Mistisnya, Kesenian Rakyat Paling Indonesia? (2)

Diperbarui: 26 Juni 2015   05:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

“Turun sintren… sintrene widodari… nemu kembang… ning ayunan.. kembange Si Jaya Indra… widodari temuruna manjing maring sing dadi…”

Itulah petikan syair “turun sintren” lagu pengiring pertama saat pertunjukan sintren dimulai.

***

Perekrutan Bodor

Setelah lagu pertama berakhir sintren kembali dimasukan dalam kurungan, kurungan yang terbuat dari anyaman bambu itu terlihat sepele tapi apabila sintren sudah berada didalam kurungan orang sekuat apapun tak akan mampu mengangkatnya kecuali si pawang, yang biasanya seorang ibu rumah tangga biasa, berbadan kurus bisa dengan mudah mengangkat kurungan tersebut.

Lagu berikutnya adalah lagu pantun berdialek pesisiran pengiring saat sintren pada hari pertama mencari penonton untuk dijadikan bodor.”Ing…ing… suket grinting ning ngisor pring, manuk puter ting gempiling bodore diputer giling, sir parean lamun sir menea… godong jati sir kuningan during dadi ning iringan”

Lain dengan sintren yang diharuskan seorang gadis yang benar-benar masih perawan sebagai syarat mutlak, pemain bodor tak diharuskan perjaka, dari pemuda yang hingga yang sudah berkeluarga bisa dijadikan bodor, hanya saja biasanya pawang tak mengizinkan kalau yang fisiknya kurang sehat.

Malam pertama tak selalu terpilih langsung empat bodor, yang akan mendampingi sintren selama pertunjukan berlangsung. Pemudayang terpilih menjadi bodor akan dibawa ke arena/panggung, setelah duduk bersila sang pawang memutar-mutarkan kemenyan ke muka si calon bodor, sesaat kemudian bodor terjatuh seperti pingsan dan tak sadarkan diri.

Meski tak ada syarat mutlak untuk menjadi bodor namun tak selalu penonton yang ditarik oleh sintren bisa menjadi bodor, bila melalui cara pertama tidak berhasil maka calon bodor akan dimasukan dalam kurungan, apabila cara ini tidak bisa juga berarti pemuda/orang tersebut tidak bisa menjadi bodor.

Sebelum sadar dari pingsanya maka pembantu pawang akan memakaikan kaca mata hitam dan mengikatkan ikat kepala dan dan membelitkan selendang melingkar di pinggulnya, kemudian sang bodor pun mulai menari.

Biasanya, selama 40 hari masa penyelenggaraan kesenian sintren pada siang hari penduduk kampong penyelenggara di larang menyanyikan lagu-lagu sintren karena apabila dinyanyikan sintren atau bodor bisa langsung kerasukan.

Bodor sendiri adalah hasil dari pengembangan sintren dari waktu ke waktu yang akhirnya memposisikan sintren sebagai hiburan budaya, Sintren sering diselingi atraksi-atraksi lain tak sekedar tari-tarian saja, dalam perkembanganya sintren di daerah penulis (Brebes), diselingi dengan atraksi sulap, sirkus, bahkan debus.

Tulisan Sebelumnya : Sintren dan Mistisnya, Kesenian Rakyat Paling Indonesia? (1)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline