Lihat ke Halaman Asli

Individu Teknologi dan Budaya

Diperbarui: 24 Juni 2015   02:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

13917411321216367713

[caption id="attachment_321072" align="alignleft" width="451" caption="Cover Buku Imajinasi Kebudayaan"][/caption] Sabtu, 21 Desember 2013, hujan rintik yang mengguyur dan mobil tak bergerak di sebelah sisi jalan Urip. Sumoharjo tak menghambat niat untuk pergi ke Peluncuran dan diskusi buku "IMAJINASI KEBUDAYAAN” @Kampung_buku (Komp CV. Dewi, Jl. Abdullah Daeng Sirua 192 E), setengah jam berlalu diskusi telah dimulai dimana Anwar Jimpe Rahmansebagai pembicara dan Martin Suryajaya moderator pada saat kami tiba. Buku ini berisikan naskah-naskah pidato kebudayaan Dewan Kesenian Jakarta dalam kurun waktu 1998 sampai 2013, Pidato -pidato yang dirangkum antara lain pidato dari Amien Rais, Ali Sadikin, Azyumardi Azra, Todung Mulya Lubis, Sri Sultan Hamengkubuwono X, Hidayat Nur Wahid, Ahmad Syafii Ma’arif, B. Herry Priyono, D. Zawawi Imron, I Gusti Agung Ayu Ratih, Ignas Kleden, Rocky Gerung, Busyro Muqaddas, Moh. Mahfud MD dan Karlina Supelli. (“buku ini tak sempat saya baca, pegang pun tidak”)Acara dihadiri oleh orang-orang yang memang peduli akan kebudayaan dan orang-orang pengapresiasi buku tentunya, juga ada Reporter yang saya sempat berdialog dan lupa namanya. Sebagai sesorang yang bertujuan datang hanya untuk mendapatkan Ilmu,senjata saya keluarkan sebelum perang, bulpen dan buku dari tas samping yang selalu saya bawa, tapi bagi saya membaca suatu sinopsis adalah hal yang paling penting dalam suatu diskusi. “Perihal yang Tumbuh di Halaman” menjadi judul dari karangan Anwar Jimpe Rahman. Tulisanku berawal dari masalah “HALAMAN RUMAH” suasana diskusi menjadi ramai dikarenakan orang-orang memang mengerti tentang kebudayaan, ini yang membuat saya tertarik untuk cepat menyimpulkan dan menulis tanggapan-tanggapan. IMAJINASI KEBUDAYAAN ya jelas !! “saya tak lupa kata-kata itu karena itu memang Real tahun 2000 silam yang saya rasakan di kampung halaman (Walenrang – Palopo) di kebanyakan kampung sulawesi selatan khususnya Walenrang, rumah itu berbentuk sperti sebuah panggung, halamannya yah kolong rumah, kolong rumah itu menjadi tempat bermain bagi anak-anak, tempat mereka memberikan makan ayam dan bebek, juga bisa dijadikan tempat minum apabila ada tamu dari jauh yang datang, bahkan dijadikan tempat berjudi bagi sebagian orang, mereka dengan sengaja membuatkan tempat duduk untuk kenyamanannya, hal itu memang wajar berdasarkan masing-masing kebudayaan individual dan itu nyata dari kepribadian dan tingkah laku.” Dan sekarang 2013 dimana teknologi menjadi faktor utama dan daya manipulati tertinggi terjadinya krisis kebudayaan, teknologi menghilangkankebudayaan indonesia lebih halusnya menyamankan, kita ambil contoh Gadget, Gadget dengan Operation System yang sangat canggih melahirkan berbagai macam aplikasi, Sosial Media, Mp3, Movie, dll. Dalam Sosial Media contohnya Twitter menjadi alat penghubung manusia yang simple, apabila tak ada pulsa mentionpun jadi. Twitter yang hanya diwakili oleh 140 Karakter bisa menjadi penyebab Miss Komunikasi“yah jelaslah kata, tak mungkin menyampaikan sebenarnya, tanpa perwakilan dari mimik dan gerak yang jelas”. Orang lebih tahan berjam-jaman di depan HandPhone dibanding membaca buku. Tapi itu kembali pada individual masing-masing segala sesuatu itu mempunyai sisi negatif dan positif, dan teknologi juga menjadi alat pemberi informasi yang cepat, orang akan lebih cepat tau perkembangan dunia dikarenakan internet yang menjadi jendela dunia. Orang besar dengan suara yang besar memaksa kemauannya diikuti oleh orang lain, itulah yang terjadi di masyarakat urban masa kini, yang mana kebudayaan asing telah menjadi trend dan tidak diketahui cara yang mereka pakai adalah paksaan, Indonesia mempunyai budaya sendiri, masing-masing budaya mempunyai budaya masing-masing, tak apa jika budaya negara berimbas ke negara lain, indonesia mempunyai daya adaptasi, itu yang paling kuat mengalamai masalah budaya dan teknologi. Terserah budaya itu tergantung kebutuhan karena semua asalnya sama butuh kebijaksanaan yang jelas untuk semua tergantung ilmunya. Ada hal yang patut digaris bawahi selama ini : - Kenapa tidak kemudian kita meningkatkan kebudayaan halaman rumah lewatteknologi. -Kesalahan masa kini adalah tidak membuatnya naskah masa kini dan ujung-ujungnya kita akan memarahi masa yang akan datang karena tak membaca. -Daya adaptasi adalah daya yang paling kuat mengatasi masalah teknologi dan kebudayaan. -Manusai mempunyai budaya individual itu nyata dari karakter. -Kita ini adalah proses tidak perlu membesarkan budayaan orang lain karena masa ini adalah pengembangan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline