”Peranan LKM non-Bank dalam Pembiayaan Usaha Mikro”
Pekan inovasi teknologi dan Gelar teknologi tepat guna 2015 yang di adakan oleh LIPI dan Pemkot Surakarta di Mall & Hotel Paragon Solo menghadirkan acara-acara berkualitas dan sarat manfaat. Selain pameran teknologi tepat guna salah satu acara yang saya ikuti adalah knowledge sharing dan talk show dengan tema ”Peranan LKM non-Bank dalam Pembiayaan Usaha Mikro”. Selanjutnya dengan bangga akan saya sajikan liputan acara Knowledge Sharing & Talk Show yang di hadiri dari berbagai kalangan, mulai dari akademisi, peniliti, LKM, entrepreneur, pengusaha kecil dan menengah, kadin dan karyawan swasta yang pengin berbisnis seperti saya hehehe.
Buku Peranan LKM (Lembaga Keuangan Mikro) non-Bank dalam Pembiayaan Usaha Mikro yang di tulis oleh Zarmawis Ismail, Agus Eko Nugroho dkk menggambarkan kondisi riil secara detail di tempat penelitian itu dibuat yakni Bogor dan Surakarta lalu berpadu dengan teori ekonomi keuangan yang tidak begitu njlimet. Sehingga orang awam seperti saya ketika menulusuri kata demi kata, kalimat demi kalimat rasanya seperti mengikuti aliran sungai jernih menuju muara yang di tuju dengan tenang lagi menghanyutkan.
Walau peneliti yang menulis buku ini tak setenar Ikrar Nusa Bakti ataupun Siti Zuhro yang bolak-balik nongol di TV nasional namun dari profil singkat mereka di akhir buku ini cukup meyakinkan pembaca bahwa karya mereka pastilah bukan ecek-ecek. Record pendidikan sudah menggambarkan kelas dari para penyusun buku yang diterbitkan oleh LIPI Press pada medio 2014 setebal 122 halaman dan di gerai-gerai gramedia Jawa Timur konon buku ini laris manis sold out di borong para pelaku UMKM baik pemula maupun yang sedang ingin usahanya tumbuh lagi.
Berangkat dari data dan fakta ketangguhan UMKM menghadapi krisis dan perannya dalam perekonomian nasional baik sebagai penyumbang PDB lebih dari 50% dan 33,8%-nya adalah segmen usaha mikro. Juga daya serap terhadap tenaga kerja cukup tinggi yakni 99,4juta dan 93 jutanya di serap usaha mikro. Namun disisi lain menghadapi persoalan klasik, yakni mempertahankan dan memperbesar skala produksi serta pemasaran terbentur oleh sulitnya mengakses kredit perbankan. Bak gayung bersambut perbankan pun tidak termotivasi untuk menyalurkan kredit ke usaha mikro karena takut gagal bayar dan sulitnya menentukan usaha mikro yang profitable juga regulasi tentang coletaral (Jaminan).
[caption caption="talk show"]
[/caption]
Dari persoalan klasik tersebut peneliti buku ini cerdik memilih objek kajian, LKM Non-Bank yang terkoneksi sangat erat dengan usaha mikro dengan masing-masing objek memiliki keunikan. Keunikan dari LKM-NB terlihat dari karakteristik mereka yang memiliki social coletaral dan masih mengedepankan social punishment terkedalam permodalan yang kecil dan regulasi yang membatasi pengumpulan dana dari masyarakat. Disisi lain usaha mikro membutuhkan LKM yang bisa mengerti keterbatasan dari usaha mikro mulai jaminan, perijinan juga suku bunga yang terasa mencekik bagi usaha yang di tahun 2008 menjadi penopang badai krisis global.
Bersinerginya LKM-NB dan usaha mikro memang layaknya duet suarez dan neymaar junir di klub catalan, namun terasa kurang greget dan menggigit tanpa sumberdaya manusia (insani) yang mumpuni mengelola eksistensi khususnya di LKM, seperti Barcelona tanpa Leonel Messi kurang menarik untuk di tonton. Akses permodalan keduanya dapat di bilang terbatas, akad transaksi yang di buat fleksibel sesuai kebutuhan debitur menjadikan LKM yang dikelola tanpa profesionalisme dari individu-individu yang handal akan sulit di temukan outcome berupa social impact atau dampak social berupa kesejahteraan masyarakat.
Tidak hanya teoritis dari para peneliti, LIPI Press pun memboyong LKM-NB yang kini telah meraih sukses bermetamorfosis menjadi Bank UMKM Jatim. Namun kesuksesan menjadi usaha perbankan tersebut dapat di bilang karena konsistensi memberikan pelayanan bagi usaha mikro maupun menengah UMKM. Seolah tahu persis kebutuhan UMKM maka bank jatim membagi UMKM menjadi 3 kategori:
- Start preuneur/ pebisnis pemula dgn karakternya yang omset kecil profit besar sulit berkembang karena keterbatasan modal, perlakuan agunan ada yang bebas, persyaratan dan biaya kredit murah (NPL nya 1% pada Q3 2015)
- Usaha Menengah karakteristiknya sulit memperluas produksi dan pemasaran di sisi lain profitabilitas meyakinkan omsetpun cukup menjanjikan, dan tingkat gagal bayar rendah
- Establish sudah bisa berpindah dan bersaing dengan usaha lain pada akses perbankan