Kabar duka dari seorang sastrawan Indonesia yang kerap dipanggil dengan singkatan namanya SDD atau Sapardi Djoko Damono telah meninggal dunia pada hari Minggu, 19 Juli 2020 sekitar pukul 09.17 WIB.
Sapardi Djoko Damono menghembuskan napas terakhirnya pada usia 80 tahun bertempat di Rumah Sakit Eka Hospital BSD, Tangerang selatan.
Kesedihan terjadi pada para pujangga dan masyarakat yang berada di Indonesia maupun di luar negeri. Tak ayal, di semua sosial media foto beserta bait-bait penyair Sapardi Djoko Damono bermunculan di mana-mana dan saling mengucapkan belasungkawa.
Beliau dimakamkan di Taman Pemakaman Giritama, Bogor, Jawa Barat. Kabarnya dari keluarga meminta kepada para kerabat, ataupun masyarakat yang mengenal beliau tidak diperkenankan untuk ikut dalam proses pemakaman karena adanya pandemi covid-19.
Prof. Dr. Sapardi Djoko Damono lahir di Surakarta, 20 Maret 1940. Beliau dikenal melalui berbagai puisinya yang sederhana namun sarat makna, sehingga dari beberapa puisinya sangat populer baik dari kalangan para pujangga maupun masyarakat umum.
Ada beberapa sajak penyair Sapardi Djoko Damono yang telah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa, Bahkan beliau tidak hanya menulis puisi saja, tetapi beliau juga menulis cerpen, esai, dan artikel.
Salah satu buku dari kumpulan puisi karya Sapardi Djoko Damono yang berjudul "Hujan Bulan Juni" sangat populer di kalangan para pujangga maupun masyarakat umum, buku ini bahkan telah diterjemahkan ke dalam empat bahasa, yaitu bahasa Mandarin, Jepang, Arab, dan Inggris. Buku ini juga pernah dijadikan sebagai skenario film "Hujan Bulan Juni" yang akhirnya menjadi sebuah film dan diperankan oleh Artis Adipati Dolken dan Velove Vexia, serta Sapardi Djoko Damono pun menjadi salah satu pemeran di judul film "Hujan Bulan Juni".
Sebuah sajak dari penyair Sapardi Djoko Damono,
Yang Fana Adalah Waktu
Yang fana adalah waktu.
Kita abadi memungut detik demi detik,
Merangkainya seperti bunga
Sampai pada suatu hari
Kita lupa untuk apa
"Tapi, yang fana adalah waktu, bukan?" tanyamu. Kita abadi.
Dari sajaknya beliau mengingatkan kita sebuah arti tentang tulisan atau sebuah karya, apabila kita menulis maka karya kita akan abadi walaupun kita telah tiada. Beliau pun pernah membuat sebuah karya yang berjudul "Pengarang Belum Mati", Trilogi Sukram Buku Kedua. Hal ini telah dibuktikan dengan sebuah karya-karyanya beliau ketika sebelum beliau wafat dan sampai sekarang karya-karyanya akan abadi dan tetap dikenang.
Selamat jalan eyang Sapardi Djoko Damono, karyamu akan tetap abadi. Terima Kasih, karena telah berbagi tulisan yang indah dan berfilosofi.