Kartu Tanda Penduduk elektronik atau electronic-KTP (e-KTP) adalah Kartu Tanda Penduduk (KTP) yang dibuat secara elektronik, dalam artian baik dari segi fisik maupun penggunaannya berfungsi secara komputerisasi. Program e-KTP diluncurkan oleh Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia pada bulan Februari 2011. Program e-KTP dilatarbelakangi oleh sistem pembuatan KTP konvensional/nasional di Indonesia yang memungkinkan seseorang dapat memiliki lebih dari satu KTP. Hal ini disebabkan belum adanya basis data terpadu yang menghimpun data penduduk dari seluruh Indonesia. Fakta tersebut memberi peluang penduduk yang ingin berbuat curang dalam hal-hal tertentu dengan manggandakan KTP-nya. Misalnya dapat digunakan untuk menghindari pajak, mengamankan korupsi atau kejahatan/kriminalitas lainnya, menyembunyikan identitas (seperti teroris), dan lain-lain.
Berikut beberapa keunggulan e-KTP dibandingkan dengan KTP biasa/KTP nasional, keunggulan-keunggulan tersebut diantaranya (1) Identitas jati diri tunggal (2) Tidak dapat dipalsukan (3) Tidak dapat digandakan (4) Dapat dipakai sebagai kartu suara dalam Pemilu atau Pilkada (E-voting), dan lain-lain.
Sedangkan kelemahannya, Misalnya tidak tampilnya tanda tangan sipemilik di permukaan KTP. Tidak tampilnya tanda tangan di dalam e-KTP tersebut telah menimbulkan kasus tersendiri bagi sebagian orang. Misalnya ketika melakukan transaksi dengan lembaga perbankan, e-KTP tidak di akui karena tidak adanya tampilan tanda tangan. Ada beberapa kasus pemegang e-KTP tidak bisa bertransaksi dengan pihak bank karena tidak adanya tanda tangan.
Meski tujuan diselenggarakannya program e-KTP adalah untuk menghindari terjadinya kecurangan oleh pemegang KTP seperti yang telah disebutkan di atas, namun pada kenyataannya hal ini justru digunakan oleh oknum-oknum yang mengambil keuntungan dari program e-KTP.
Seperti yang telah diketahui, kasus ini mulai terungkap karena pengakuan mantan Bendahara Umum Partai Demokrat M. Nazaruddin. Nazaruddin mengaku korupsi e-KTP dilakukan oleh mantan Ketua Umum Demokrat Anas Urbaningrum dan Bendahara Umum Golkar Setya Novanto.
Dalam kasus dugaan korupsi pengadaan paket penerapan e-KTP di Kemendagri tahun anggaran 2011-2012, KPK menetapkan Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan Ditjen Dukcapil Kemendagri, Sugiharto, sebagai tersangka. Sugiharto diduga melakukan perbuatan melawan hukum dan atau penyalahgunaan wewenang yang mengakibatkan kerugian Negara terkait pengadaan proyek tersebut.
Menurut perhitungan sementara KPK, dugaan nilai kerugian negara dalam kasus ini sekitar Rp 1,12 triliun. KPK menjerat Sugiharto dengan Pasal 2 ayat 1 subsider Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP. Nilai proyek pengadaan e-KTP 2011-2012 ini mencapai Rp 6 triliun.
Dalam hal kaitannya dengan audit keuangan, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan maupun KPK perlu mempercepat proses audit. Hal ini bertujuan agar kasus-kasus yang perlu ditangani oleh KPK maupun BPKP tidak menumpuk, bahkan sampai-sampai kasus tersebut tidak terselesaikan. KPK perlu membentuk tim khusus dalam menangani kasus ini, sehingga anggota tim dapat fokus pada satu kasus dan dapat segera menyelesaikannya.
Perlu dilakukan audit secara menyeluruh pada akun kas keluar, yaitu dalam kaitannya penggunaan dana untuk proyek e-KTP. Apabila ditemukan kejanggalan pada penggunaan dana, maka auditor perlu melakukan audit menyeluruh terhadap dana yang janggal tersebut.
Dengan mempercepat proses audit, pada akhir proses audit akan diperoleh nominal kerugian yang menjadi dasar pencarian pihak-pihak yang ikut dalam pembagian hasil korupsi e-KTP. Setelah jumlah kerugian proyek e-KTP diketahui, maka akan mempercepat penyelesaian kasus ini. Seperti yang telah tertulis di atas bahwa sampai saat ini tersangka korupsi proyek e-KTP baru Sugiarto, auditor perlu menafsirkan besar dana yang diterima Sugiarto, apabila ternyata dana yang diterima Sugiarto lebih kecil dari kerugian total e-KTP, maka dapat disimpulkan masih ada pihak-pihak lain yang menerima hasil korupsi tersebut. Auditor harus segera mencari kemana aliran dana hasil korupsi tersebut mengalir.
Sumber :
http://id.wikipedia.org/wiki/Kartu_Tanda_Penduduk_elektronik
http://www.tempo.co/read/news/2015/04/14/063657771/Kasus-E-KTP-KPK-Belum-Tetapkan-Tersangka-Baru
Dengan penambahan atau pengurangan isi yang telah disesuaikan dengan artikel ini.
Nama : Siska Yohana Adkhari
NIM : 2013017043
Kelas : A2
Prodi : Akuntansi
Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa
2015
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H