Lihat ke Halaman Asli

Bayi Tabung dalam Prespektif Islam

Diperbarui: 2 Desember 2020   11:56

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pada tahun dua terkahir ini, ilmu dan teknologi di bidang kedokterean mengalami perkembangan sangat maju. Salah satunya adalah ditemukannya cara-cara baru dalam memproduksi manusia dengan cara bayi tabung. Bayi tabung tersebut merpukan sebuah kerberhasilan dari kerjasama antara para kedokteran dan para teknologi farmasi.

Pada prinsip ini, program bayi tabung bertujuan untuk membatu mengatasi pasangan suami istri yang tidak mampu melahirkan keturunan yang secara alai atau disebakan karena ada kelainan pada masing-masing suami istri. Dengan program bayi tabung ini, bisa diharapkan memberikan kebahagian bagi pasangan suami istri yang telah hidup bertahun-tahun dalam ikatan perkawinan yang sah tanpa keturunan.

Bayi tabung adalah merupakan individu (bayi) yang di dalamnya yang berporises pembuatanya terjadi di luar tubuh wanita (in vitro), atau dengan kata lain yang di dalam proses kejadinay ditempuh dengan inseminasi buatan, yaitu suatu cara memasukkan sperma ke dalam kelamin wanita tanpa memalui seng-gama (Tahar,1987:4).

Bayi tabung dalam Al-Quran Surat Al-Isra ayat 70 : "Dan sesungguhnya telah kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkat mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami melebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan 

Ulama berijtihad dalam mengenai bayi tabung, yang Pertama, Majelis Ulama Indonesia (MUI) fatwa dinyatakan bayi tabung dengan sperma dan sel telur pasangan suami istri yang sah menurut hukumnya mubah (diperbolehkan). Kedua Nahdlatul Ulama (NU) NU sudah membuat ketetapan fatwa berkaitan dengan masalah bayi tabung pada forum Munas Alim Ulama di Kaliurang Yogyakarta pada tahun  1982 denga tiga keputasan sebagai berikut:

Keputusan Pertama, apabila bayi tabung masuk ke dalam Rahim wanita bukan berasal mani suami dan istri yang sah, maka bayi tabung tersbut haram. Ini didasari dengan hadits Ibnu Abbas RA, Rasullah SWA bersabda: "tidak ada dosa yang lebih besar setelah syirik dalam pandangan Allah SWT, dibandingkan perbuatan seorang lelaki yang meletakkan spremanya (berzina) di dalam Rahim perempuan yang tidak halal baginya"

Keputusan Kedua, jika sperma bayi tabung miliki suami istri yang sah, namun cara mengeluarkanya dtidaklah muhtaram, maka haram juga hukumnya. Mani muhtram merupakan mani yang dikeluarkan dengan cara yang tidak dilarang Syara'. Apabila mani yang dikeluarkan, suami yang dibantu dengan tangan istri, maka juga masih diperbolehkan sebab istri menjadi tempat untuk melakukan hal tersebut.

Keputusan Ketiga, jika mani pada bayi tabung merupakan mani suami istri yang dikeluarkan dengan arah muhtaram dan juga masuk dalam rahim istri, maka hukum bayi tabung tersebut adalah mubah atau diperbolehkan. (Ulama NU. 1982)

Proses bayi tabung. Pertama, stimulasi ovarium. Kedua, pematangan osit (sel telur dalam ovarium). Ketiga, pengambilan sel telur (ovum retrieval). Keempat, pembuahan telur. Kelima, pemindahan telur yang sudah dibuahi. Keenam, faktor penentuan keberhasilan bayi tabung.

Faktor resiko bayi tabung. Pertama, terjadinya stimulasi indung telur yang berlebihan memungkinkan terjadinya penumpukan cairan di rongga perut dan memberikan beberapa keluhan, seperti rasa kembung, mual, muntah, dan hilangnya selera makan.

 Kedua, saat pengambilan sel telur dengan jarum, dapat memungkinkan terjadinya perdarah, infeksi dan kemungkinan jarum mengenai kantung kemih, usu, dan pembukuhan darah. Dengan persiapan yang baik dan panduan teknologi ultrasografi harus dihindati.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline