Olahraga sepak bola selalu identik dengan laki-laki. Padahal, timnas sepak bola tidak hanya laki-laki. Perempuan juga ada dan memiliki turnamen sepak bola yang memang dikhususkan untuk perempuan.
Mungkin pandangan ini bermula dari perbedaan sifat dasar yang dimiliki perempuan dengan laki-laki. Laki-laki lebih kuat secara fisik. Sedangkan perempuan lebih lemah lembut. Melihat sepak bola adalah olahraga yang mengedepankan kekuatan fisik, banyak yang menganggap olahraga ini lebih cocok dimainkan oleh laki-laki.
Meski begitu, bukan berarti perempuan tidak diperbolehkan untuk mengikuti perkembangan ataupun informasi sekitar dunia sepak bola. Siapa saja berhak untuk mendapatkan informasi itu. Tidak memandang gender ataupun usia.
Mengingat kemajuan menakjubkan dari Timnas Indonesia sejak dipegang oleh pelatih asal Korea Selatan, Shin Taeyong. Antusias masyarakat terhadap sepak bola kian meningkat. Sepak bola menjadi hiburan bagi semua kalangan. Tidak hanya menghibur status sosial tertentu saja atau gender tertentu saja. Bahkan anak-anak pun turut meramaikan.
Jika di tanah sunda, selentingan selalu terdengar hanya sepak bola yang bisa menyatukan semua perbedaan. Termasuk konflik yang terjadi di masyarakat. Ibaratnya, hanya kopi, udud, jeung Persib anu ngahijikeun orang sunda. Artinya yaitu hanya kopi, rokok, dan club speak bola Persib asal Bandung Jawa Barat yang menyatukan suku sunda.
Begitupula dengan Timnas Indonesia. Meski tiap daerah memiliki club sepak bola masing-masing yang selalu bersaing mencapai puncak teratas, bukan berati tidak bersatu dalam mendukung kemajuan sepak bola Indonesia. Khususnya kemajuan Timnas Indonesia. Semua masyarakat sangat menaruh harapan besar akan kemajuan Timnas Indonesia. Bersatu demi mendukung Timnas Indonesia.
Wajah-wajah kegembiraan ketika hendak menonton Timnas Indonesia begitu terpancar. Apalagi tidak hanya menonton lewat layar televisi saja. Melainkan datang langsung ke stadion untuk memberikan dukungan kepada Garuda Muda yang berjuang mengharumkan nama tanah air ibu pertiwi.
Suporter yang meramaikan stadion tidak lagi didominasi oleh kaum adam saja. Kaum hawa bahkan anak-anak pun ingin memberikan dukungan secara langsung. Tentu hal ini memberikan warna baru bagi sepak bola Indonesia. Semuanya bersatu untuk mendukung kemajuan sepak bola Indonesia.
Ramainya suporter perempuan yang datang langsung ke stadion atau hanya sekadar menunjukkan antusiasnya dalam media sosial, membuat sebagian dari suporter lama tidak senang bahkan terganggu. Mereka merasa perempuan hanya sebatas suporter dadakan semata yang hanya ikut-ikutan trend saja. Jika tidak ikut-ikutan trend, suporter perempuan merasa ketinggalan informasi bahkan tidak merasa menjadi anak kekinian yang gaul. Fenomena ini disebut dengan Fear of Missing Out atau yang lebih dikenal dengan istilah FOMO.