Lihat ke Halaman Asli

Siska Fajarrany

TERVERIFIKASI

Lecturer, Writer

Sering Menakuti Anak Bukan Solusi agar Disiplin

Diperbarui: 8 September 2024   07:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi anak yang sedang takut. (Sumber: freepik.com via kompas.com) 

Semua orangtua pasti menginginkan anaknya disiplin dalam segala hal. Mulai dari kegiatannya di dalam rumah, sampai saat berkegiatan di sekolah. Orangtua menerapkan pola asuh yang mengharapkan anak akan menjadi pribadi yang disiplin. Misalnya menjadwalkan aktivitasnya dari bangun tidur sampai kembali terlelap di malam hari. Begitu pula dalam menaati peraturan di sekolah.

Tentu tidak mudah untuk mengajarkan anak tentang pentingnya nilai-nilai kedisiplinan. Sewaktu-waktu ia menuruti peraturan atau permintaan orangtua. Namun disaat tertentu, ia enggan untuk menuruti bahkan cenderung melawan untuk menyuarakan keinginannya.

Di saat seperti ini, cara ampuh yang paling sering dikeluarkan oleh orangtua adalah dengan menakut-nakuti sang anak. Dengan begitu, anak merasa takut untuk melawan sehingga memilih untuk mengikuti perintah dari orangtuanya.

Misalnya ketika anak kesulitan untuk tidur sehingga ingin menonton tv atau bermain dulu. Bukannya menemani anak sampai tidur, masih banyak orangtua yang menakut-nakuti jika tidur lebih dari jam delapan malam akan muncul hantu dari bawah kasur. Tidak ada pilihan selain bergegas tidur dengan memejamkan mata penuh keterpaksaan dan ketakutan. Daripada harus melihat hantu yang katanya menakutnya dan suka menculik anak-anak.

Masih banyak contoh-contoh lainnya yang membuat orangtua menerapkan pola asuh dengan menakut-nakuti anak. Memang niatnya baik, yaitu agar anak disiplin. Semua juga pasti demi kebaikan sang anak. Namun, apakah benar menakuti-nakuti anak akan membuatnya menjadi pribadi yang lebih disiplin?

Sayangnya, orangtua yang mendisiplinkan anak dengan cara menakut-nakuti adalah cara yang salah. Ketakutan yang tertanam, terekam, dan terbangun dari diri sang anak bukan nilai-nilai kedisiplinan. Justru malah ketakutan yang dipicu dari gangguan kecemasan atau serangan panik yang terlalu berlebihan.

Dalam keadaan ditakut-takuti, anak memilih mencari jalan aman agar tidak merasa takut. Bukan karena tahu atau memilih sebuah kebiasaan yang menurutnya memang baik dan memberikan banyak manfaat. Untuk menghindari hal menakutkan yang dikatakan oleh orangtuanya, ia akan mencari jalan aman agar omongan orangtuanya tidak menjadi kenyataan. Itu semua sama sekali tidak mendidik anak menjadi pribadi yang disiplin karena dilandasi dengan ketakutan.

Mungkin masih ada orangtua yang menganggap bahwa cara menakut-nakuti adalah cara ampuh untuk membuat anak menurut. Namun jangan senang dulu dengan keberhasilan itu. Ternyata cara menakut-nakuti anak malah berdampak negatif pada tumbuh kembang anak.

Dampak yang pertama adalah membuat anak menjadi pribadi yang penakut. Kreativitas anak tidak berkembang karena apa yang tertanam pada pikirannya adalah takut mencoba hal baru. Takut untuk melakukan A, B, C, D, sampai Z. Belum apa-apa, ia sudah merasa khawatir, cemas, dan panik berlebihan.

Misalnya ketika anak harus melakukan vaksin di sekolah yang merupakan program dari pemerintah. Belum mencoba, anak sudah ketakutan mendengar rumor bahwa ia akan disuntik. Ketakutan itu muncul karena ia pernah ditakut-takuti harus meminum obat saat sakit agar tidak disuntik oleh dokter. Dampaknya lebih parah lagi karena ia tidak mau memiliki cita-cita sebagai dokter karena takut mendengar suntikan. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline