Melihat rumput tetangga, selalu saja terlihat lebih hijau dibandingkan dengan rumput yang kita miliki di halaman rumah. Begitupula dengan segala pencapaian yang telah kita raih selalu saja tak sebanding dengan pencapaian orang lain.
Selintas mungkin akan terasa iri hati melihat pencapain orang lain. Ditambah lagi dengan membandingkan diri sendiri dengan kemampuan yang dimiliki orang lain.
Timbul pertanyaan-pertanyaan yang seolah mempertanyakan makna keadilan yang sebenarnya. "Kenapa dia bisa sehebat itu?" atau "Mengapa dia yang mencapai itu? Padahal saya lebih berkompeten dan sudah berjuang dengan keras." Dan sederet pertanyaan lainnya yang terlintas dalam benak.
Biasanya perasaan itu sering muncul ketika tidak sengaja melihat live update seseorang di media sosial. Niat ingin berselancar di media sosial untuk mendapatkan hiburan, eh malah harus menelan ludah menyaksikan teman terdekat yang pamer pencapaiannya.
Seseorang yang menanggapi hal tersebut dengan positif, akan menjadikan perasaan tidak nyaman itu menjadi sebuah motivasi. Yang mulanya mempertanyakan mengapa orang lain bisa mencapai itu, berubah menjadi sebuah keyakinan bahwa diri sendiri juga mampu untuk mencapai itu bahkan lebih. Dalam hatinya, akan ada sebuah bisikan, "Jika dia bisa, maka saya juga pasti bisa. Toh kami sama-sama makan nasi."
Berbanding terbalik dengan seseorang yang malah menikmati perasaan tidak nyaman setelah melihat pencapaian orang lain. Biasanya malah terkekang dalam pikiran negatif yang terus menerus mempertanyakan takdir. Tak jarang pula malah semakin beranak dengan menyalahkan berbagai pihak atas keberuntungan hidup yang tak kunjung tiba.
Sebenarnya semua perasaan negatif itu akan sirna jika kita punya rasa syukur yang luas. Rasa syukur atas segala nikmat yang ada dibarengi dengan selalu merasa cukup atas apa yang bisa didapatkan untuk saat ini.
Sejatinya, kita tidak pernah tahu bagaimana proses orang lain untuk sampai di masa jayanya. Tidak ada yang mudah dalam hidup. Sekalipun memiliki banyak hak istimewa. Tetap saja ada pengorbanan keringat, waktu, dan tenaga.
Ibaratnya seperti menaiki anak tangga untuk menuju lantai paling atas. Semua orang harus melewati anak tangga satu persatu. Tidak ada yang tiba-tiba berada di puncak kejayaannya.
Apa yang kita lihat di media sosial hanyalah sebuah pencapaian seseorang sebagai bentuk apresiasi pada diri. Sedangkan prosesnya tak perlu untuk diketahui publik. Apalagi untuk adegan sulit. Mustahil rasanya ada yang secara sadar untuk membagikan keadaan sulitnya kepada pengikutnya di media sosial.