Lihat ke Halaman Asli

Dinamika Politik, Melawan Bangsa Sendiri

Diperbarui: 23 April 2019   11:22

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

"Perjuanganku lebih mudah karena melawan penjajah. Tapi perjuangan kalian akan lebih berat, karena melawan saudara sendiri," itulah yang pernah dikatakan Ir. Soekarno, presiden pertama Republik Indonesia.  

Dulu kita mungkin tidak akan membayangkan kemungkinan perkataan tersebut. Mana mungkin ada yang lebih sulit dari berjuang melawan penjajah? Namun jika kita kembali menelaah apa yang terjadi sekarang ini, kata-kata Soekarno kemungkinan besar memang benar adanya. Mungkin juga beliau sudah melihat tanda-tanda bagaimana kita kini memiliki tabiat yang tidak biasa. 

Perjuangan seperti inilah yang sulit, karena kita tidak tahu siapa lawan dan siapa kawan. Nyatanya, sudah ada berapa banyak penjabat yang tersangkut kasus korupsi? Di awal kampanye, kita melihat sisi positif dan niat tulus mereka untuk memajukan lingkungan. Namun, siapa yang mengira bahwa mereka kemudian bisa memanfaatkan jabatan untuk kepetingan pribadi?

Itu masalah di tingkat pemerintahan, lalu bagaimana dengan tingkat masyarakat yang lain. Perjuangan yang dilakukan bukanlah untuk melawan masyarakat atau penduduk Indonesia. 

Namun untuk merangkul dan mengajak setiap pihak bekerja sama membangun negeri ini. Meski begitu, perjuangan ini juga tidak sesederhana kelihatannya. Dulu di masa penjajahan, seluruh rakyat bersatu karena mereka memiliki musuh yang sama, yaitu para penjajah. 

Sekarang, kita harus berjuang melawan saudara sendiri untuk memajukan negara kita. Selain banyaknya penjabat yg tersandung kasus korupsi . kita berhadapan dengan pengumbar kebencian,Hoax,dan profokasi melewati media social maupun secara real dikatakan . Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia menemukan banyak berita hoax yang tersebar di media sosial seperti Facebook, Instagram, Twitter, dari awal masa kampanye sampai sekarang. 

Penyebarannya semakin cepat dan masif dengan mengggunakan teknologi informasi, penyebaran berita hoax di pemilu merupakan suatu fenomena yang timbul ditengah masyarakat, ini berpotensi menciptakan disintegrasi dan memecah belah Bangsa Indonesia. 

Jika ujaran kebencian ini terus dibiarkan berkembang dalam melakukan perdebatan politik, tentunya akan menimbulkan perpecahan dan keberagaman di masyarakat. Fenomena ini, memang menggelembung pada Pilpres kali ini. 

Ditandai dengan kasus hoaks Ratna Sarumpaet -- yang dikabarkan dipukuli sekelompok orang tak dikenal di Bandung padahal bengep karena operasi plastik di Jakarta -- sampai kabar viral bahwa di Tanjungpriok masuk tujuh kontainer berisi 10 juta surat suara datang dari China yang sudah dicoblos di sisi salah satu paslon.

Belum lagi dengan entengnya masing-masing pihak menyebut pendukung lain sebagai goblok, dungu, pembohong, kapir. Atau tidak mengapresiasi apa yang dilakukan pihak Capres satu yang telah membangun infrastruktur, di antaranya menyambungkan proyek jalan Tol Trans Jawa --- dengan komentar suara emak-emak, "Kami Tidak Makan Infrastruktur", "Buat Apa Membangun Tol tak Berguna dengan Utang" dan sebagainyaLengkap sudah, suasana kampanye Pilpres diwarnai dengan ujaran kebencian.  Para pendahulu kita, para patriot Indonesia di masa lalu sudah memberi contoh akan gelaran Pemilu Demokratis yang tercatat "paling demokratis dalam sejarah bangsa Indonesia" yakni Pemilihan Umum 1955 untuk memilih anggota legislatif pertama sejak Indonesia Merdeka 17 Agustus 1945. 

Sejak pemilu pertama, Para pendahulu bangsa kita sudah memberi contoh demokratis dan aman pada 64 tahun silam, mosok di era Indonesia Modern kali ini kita mau melangsungkan Pilpres dalam suasana perang? Zero Sum Game? Yang menang berjaya atas yang lain, dan yang kalah kudu hancur? Padahal, Capres Prabowo misalnya, sudah mencontohkan dalam debat kedua kemaren, bahwa dirinya mengakui yang baik, dan menerima yang sudah baik untuk diteruskan -- meskipun ia katakan, ia akan memilih strategi berbeda jika terpilih jadi Presiden. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline