Komunitas Samalayar Tanjungpinang, kembali menggelar pementasan teater pada Minggu (25/6) sesi pertama pukul 15.30 dan sesi kedua pukul 19.30 di Gedung Kesenian Aisyiah Sulaiman. Pementasan yang disutradarai oleh Yopi Indri Yanto ini membawakan naskah 'Ayahku Pulang' karya Usmar Ismail menggunakan dialek Melayu yang sukses membuat penonton yang hadir menjadi terharu.
Pementasan ini mengisahkan tentang seorang Ayah yang meninggalkan tiga orang anak dan istrinya pada malam hari raya. Kemudian setelah 20 tahun, usahanya bangkrut dan kembali ke rumah yang pernah ia tinggalkan.
Namun, kepulangannya diterima oleh istri dan kedua anaknya, tapi tidak untuk anak sulungnya, karena mengingat apa yang sudah dilakukan ayah kepadanya dulu.
Ayah pun kembali pergi setelah diusir oleh anak pertamanya. Isak tangis menghiasi akhir teater ini, setelah mengetahui Ayah yang diusir tadi bunuh diri, melompat ke dalam sungai.
Pementasan ini diperankan oleh lima pemain yaitu Santi sebagai Maimun, Efendy sebagai Gunarto, Silvia sebagai Ibu, Juliana sebagai Mintarsi, dan Dimas sebagai ayah. Keberhasilan pementasan ini tentu saja tidak lepas dari para pemain yang sudah dilatih dengan cukup baik oleh sturadara.
Namun, terdapat beberapa kekurangan di dalam pementasan ini. pertama penggunaan bahasa melayu yang dirasa agak kurang dibeberapa aktor yang tidak bisa berbahasa melayu dengan baik.
Seperti pemeran Maimun, aktingnya bagus bisa dibilang dia bisa berbahasa melayu tetapi logatnya bercampur dengan logat kota terkesan kurang bagus.
Untuk aktor Mintarsih sama sekali tidak bisa berbahasa melayu. Ketidakseimbangan ini membuat beberapa dialog yang terkesan tidak nyambung. Kemudian, transisi antarbabak dirasa kurang bisa dikuasai oleh aktor.
Kedua, penataan panggung dengan bentuk seperti di dalam rumah yang dilengkapi dengan berbagai properti seadanya dapat dikatakan cukup membantu dalam menghadirkan kenyataan teater dihadapan penonton.
Alangkah baiknya panggung dibuat lebih menarik lagi yang menggambarkan suasana dalam rumah yang terkonsep, seperti bernuansa Melayu karena kebetulan naskahnya diubah dengan bahasa Melayu.