Lihat ke Halaman Asli

Siska Dwi Asmoro

Hello people

Salahkah Jika Kami Terlahir sebagai Perempuan?

Diperbarui: 1 Februari 2022   21:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Apa yang ada dipikiran kalian jika mendengar kata Perempuan? Manusia lemah lembut, berperasaan, jago masak, jago make up, pandai mengurus rumah dan anak, serta harus melayani suami. 

Itulah hal yang sering dikaitkan dengan perempuan. Lalu bagaimana jika salah satu dari hal yang disebutkan tadi tidak ada pada diri seorang perempuan? 

Apakah orang-orang masih akan menganggap itu sebagai hal yang wajar? Sepertinya tidak.

Menjadi seorang perempuan tampaknya masih banyak dikaitkan dengan stigma negatif dari masyarakat. Terlebih lagi di Indonesia yang masyarakatnya masih menjunjung tinggi adat ketimuran, norma-norma agama, dan pola pikir patriarki. 

Masyarakat yang cenderung memiliki pola pikir patriarki tentu memiliki batasan untuk para perempuannya. Perempuan-perempuan ini tidaklah sekspresif perempuan di Negara Barat.  

Misalnya ketika didalam suatu hubungan jika seorang laki-laki ketahuan berselingkuh pasti perempuan akan disalahkan karena dianggap tidak bisa merawat diri untuk pasangannya. Dan ketika seorang perempuan ketahuan berselingkuh dari pasangannya orang akan menganggap bahwa perempuan itu adalah perempuan tidak setia, matre, nggak bener dan nakal. Belum lagi masalah standar kecantikan yang di kampanyekan di iklan-iklan jika seorang perempuan harus putih, langsing, dan rambut yang panjang lurus. 

Hal ini berdampak pada psikis perempuan, para perempuan ini tentu akan menjadi stress dan tidak akan mau menerima keadaan fisik alami mereka. Lalu mereka akan berusaha mati-matian untuk berdiet dan membeli krim pemutih yang berbahaya bagi kesehatan.

Pola pikir tradisional patriarki, banyak perempuan yang tidak bisa leluasa mengekspresikan dirinya. Misalnya jika melihat perempuan dengan rambut berwarna pasti orang akan berpikir “ohh itu perempuan nakal” “perempuan nggak bener”, atau bahkan dipandang tidak biasa jika berada ditempat umum. Atau bahkan jika melihat perempuan dengan pakaian yang sedikit terbuka, orang akan langsung melabelinya sebagai perempuan nakal. 

Apalagi jika perempuan tersebut berjalan sendirian pasti akan ada saja laki-laki yang menggoda baik itu berupa lirikan atau siulan. Lirikan atau siulan termasuk dalam kategori pelecehan seksual secara verbal. Sungguh miris ketika laki-laki yang menggoda perempuan tak dikenalnya ditempat umum justru dianggap sebagai tindakan wajar dan gentleman bukan sebuah pelecehan. 

Dikutip dari BBC, pelecehan seksual terjadi bukan hanya pada perempuan yang berpakaian terbuka dan ketat, hasilnya justru 17% korban memakai hijab, 18% korban memakai rok dan celana panjang, 16% korban memakai baju lengan panjang, 14% korban memakai baju longgar, dan 14% korban memakai seragam sekolah. Hasil yang sangat mengejutkan bukan. Lantas apakah kalian masih akan menyalahkan pakaian perempuan?

Lebih parah lagi banyak faktor penghambat bagi korban pelaku pelecehan seksual untuk melapor. Misalnya ketika perempuan yang menjadi korban pelecehan seksual malah dibanjiri dengan komentar-komentar bullyan seperti tingkah laku korban dan cara berpakaian korban. Hampir tidak ada rasa empati untuk korban pelecehan seksual. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline