Pembaca yang budiman, sebagaimana yang kita sadari dan pahami bersama, bahwa masyarakat Indonesia terdiri dari berbagai suku, bahasa dan budaya. Masing-masing memiliki keunikan dan filosofi dari setiap kesenian yang mereka miliki.
Pembaca tentu memiliki pengalaman tersendiri menyaksikan keunikan tersebut melalui referensi bacaan, film dokumenter, berkunjung ke tempat wisata daerah budaya. Sehingga tampaklah bahwa betapa ragam budaya ini menjadi kekayaan nusantara yang kita cintai.
Seperti rumah adat, pakaian, ritual atau upacara perhelatan, senjata tradisional, tarian, hiasan bangunan dan corak atau motif pada kain khas dan lain sebagainya.
Bahkan kini negara kita telah memiliki 38 provinsi yang terus berkembang dan membawa corak khas masing-masing, meski masih membawa adat asli dari suku asal terbesarnya.
Begitu pula dengan Pulau Kalimantan yang merupakan pulau terbesar kedua di negeri kita setelah Pulau Irian. Pulau Kalimantan dengan berbagai suku yang menempati wilayah ini seperti Dayak, Kutai, Banjar, Melayu, Paser bahkan Bugis dan Jawa pun ada.
Nah, saat saya berkunjung ke Museum Samarinda beberapa hari lalu, saya tertarik menyaksikan koleksi senjata tradisional Mandau dan Sarung Tenun Samarinda yang turut dipamerkan dalam museum ini.
***
Hampir seluruh masyarakat Dayak di Pulau Kalimantan memiliki kesamaan corak kesenian dan kebudayaan. Salah satunya adalah alat perang berupa senjata tradisional parang atau Mandau.
Mandau adalah salah satu senjata tradisional Kalimantan seperti halnya di Pulau Madura dikenal dengan senjata genggam celurit, di Provinsj Jawa Barat ada Kujang, di Provinsi Jawa Tengah dan Daerah istinewa Yogyakarta ada Keris dan lain sebagainya.
Sebagaimana senjata tradisional daerah lainnya, Mandau juga ada yang dibuat sebagai alat kebutuhan sehari-hari dan ada pula yang dibuat khusus untuk kegiatan yang bersifat ritual atau alat upacara tradisi maupun tari tarian. Pada perkembangan sekarang ini, Mandau juga menjadi hiasan atau cinderamata.