Lihat ke Halaman Asli

SISKA ARTATI

TERVERIFIKASI

Ibu rumah tangga, guru privat, dan penyuka buku

Huruf Hijaiyah Pertamaku

Diperbarui: 29 Maret 2022   14:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi belajar mengaji (sumber: https://www.suryadisabilitas.com)

Jelang Bulan Ramadhan, beberapa kegiatan kajian khusus siap diselengarakan. Bahkan yang tadinya absen beberapa bulan karena pandemi, siap akan digelar kembali. 

Grup WA Komunitas One Day One Juz yang saya ikuti pun, bersiap melatih diri untuk kholas (selesai tilawah) lebih dari satu juz dalam sehari. Aktivitas untuk mencapai target khataman Alquran yang dicanangkan, siap untuk bisa tercapai dengan semangat kuat.

Ya, beberapa hari lagi, ummat Islam menyambut bulan suci yang penuh berkah dan ampunan. Bulan yang lebih baik dari seribu bulan. Semua berlomba untuk meriah kemenangan di Bulan Suci Penuh Hikmah.

Dua-tiga orangtua menghubungi saya, guna mendiskusikan kegiatan tilawah anak-anaknya. Agar nanti selama Ramadhan, mereka tetap bisa menjaga rutinitas mengaji, meski tetap ada porsi bermain dengan teman sebaya. Pengennya sih, menunggu berbuka kelak tak dilewatkan dengan sekedar ngabuburit begitu saja, namun tetap mengisinya dengan kegiatan ibadah.

Bersyukur, Allah SWT memberikan nikmat sehat, nikmat silaturahim, nikmat ilmu, nikmat waktu, sehingga kesempatan yang baik ini tidak disia-siakan, berusaha mengisi umur yang ada dengan kegiatan bermakna. Tentu saja saya tidak menolak. Sebisa dan semampu saya mengatur jadwal, keinginan mereka agar saya membimbing belajar tahsin anak-anak, saya terima dengan senang hati.

***

Teringat masa kanak-kanak yang saya lalui bersama kawan sebaya. Baru segelintir saja yang benar-benar mau belajar membaca Alquran. Termasuk saya sendiri, yang berproses mengenal huruf hijaiyah pertama kalinya.

Saat masih tinggal di rumah dinas sebuah pabrik gula di era tahun 80-an, orangtua mendatangkan guru mengaji untuk mengajarkan kami. Saya tak ingat namanya, hanya memanggilnya dengan sebutan 'Bu Guru'.

Dua kali dalam sepekan, usai sholat maghrib, beliau tepat waktu datang ke rumah kami. Saya mendapat giliran terakhir usai kakak-kakak tilawah dan mengajukan setoran hafalannya. 

Sependek ingatan, usia saya masih balita. Mengaji pun sembari menyimak bacaan Bu Guru lalu saya menirukannya sesuai panjang-pendeknya huruf-huruf yang tertera pada Alquran.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline