Inilah satu-satunya pohon pepaya yang kami miliki di sudut halaman belakang, tepat di sebelah tiang jemuran. Mepet banget dengan tembok dan atap tetangga. Namun hal ini tak menyurutkan semangat untuk mempertahankan keberadaannya di rumah kami.
Ya, hanya tumbuh satu saja, namun setiap kali berbuah, masyaAllah, lebatnya alhamdulillah selalu nampak seperti foto yang saya unggah. Entahlah, kenapa akarnya tidak beranak-pinak ke sebelah untuk tumbuh dan berbuah. Mungkin dia tahu kalau lahan di rumah kami hanya seadanya saja, cukup satu tapi berbuah seribu, hehehe.
Suami saya hobi berkebun. Apa saja ditanamnya selagi bisa dan ada tempatnya. Mulai dari pohon mangga, kelengkeng, alpukat, jeruk, dan jambu air. Saya yang tak terlalu intens dengan kegiatan luar rumah - lebih sering umek di dapur dan cuci baju - membiarkan saja kegiatan suami yang memang dengan suka hati melakukannya. Hal tersebut sudah lama beliau tekuni sejak tinggal di kampung halamannya.
Pada Kamis siang lalu, suami memetik satu buah pepaya yang cukup matang di pohon. "Yah, bunda foto dulu pepayanya. Mumpung ada topik pilihan tentang berkebun di Kompasiana." Alhasil, buahnya saya foto beserta jempol suami ikut selfi, hihihi. "Kupas sekarang ya, Yah. Biar terlihat hasil buah dalamnya." Ternyata suami menunda di esok hari saja, agar rasa buah makin manis, katanya.
Dan benar saja, seperti nampak pada foto di atas, buah pepaya yang kami kupas, alhamdulillah segar dan manis. Sangat ranum, legit deh!
Biji-bijinya sengaja tidak kami buang, dikumpulkan dalam satu wadah untuk kami tebarkan di kebun depan milik warga setempat, sebuah lahan yang sengaja ditanami dengan berbagai tanaman untuk lingkungan perumahan. Kapan saja berbuah, silakan bisa diambil bagi yang mau.
Ada juga satu pohon kelengkeng dan pohon mangga di halaman belakang. Hanya saja belum berbuah saat ini. Begitu juga di halaman depan, suami menanam pohon mangga, jambu, alpukat dan jeruk. Sayangnya, saat berbuah, belum sempat difoto. In syaa Allah kapan-kapan saya bagikan ceritanya ya.