Lihat ke Halaman Asli

SISKA ARTATI

TERVERIFIKASI

Ibu rumah tangga, guru privat, dan penyuka buku

Obrolan yang Sarat Makna, Saya pun Menjalani Kehidupan dari Peribahasa Jawa

Diperbarui: 11 Juni 2021   00:25

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mangan Ora Mangan Asal Kumpul | Ilustrasi gambar: https://dalangseno.com

Suatu kala dalam episode kehidupan, Bapak (almarhum) mengajak saya dan kakak jalan-jalan menikmati sore dengan mengunjungi pasar malam yang digelar di sekitar perumahan tempat kami tinggal. 

Pasar tersebut hanya ada setahun sekali saat masa giling tebu, menyediakan segala jajanan dan kuliner khas daerah, serta pernak-pernik jualan lainnya, pun lengkap dengan berbagai wahana seperti komedi putar, panggung lagu, dan lain-lain arena ketangkasan.

Bapak memberikan kesempatan kepada saya untuk membeli boneka sesuai kesepakatan sedari beberapa hari sebelumnya. Pilihan saya jatuh pada Teddy Bear berbaju merah motif kotak dengan pita di lehernya.

Saya memperhatikan bagaimana Bapak ngobrol dengan si Penjual, melakukan tawar menawar hingga mendapatkan harga yang disepakati. 

Selama proses itu, Bapak juga memberikan kesempatan untuk memilih dari berbagai ukuran dan tampilan si boneka. "Ono rego, ono rupo, Nduk." Demikian Bapak menasihati sambil mematut-matut boneka mana yang sekiranya pas untuk anak bungsunya ini. 

Awalnya saya tak paham maksud Bapak. Yang saya tahu, akhirnya mendapatkan boneka yang sangat saya sukai. Baru sekali itu saya punya, karena selama ini hanya punya mainan mobil-mobilan, alat kesenian, dan buku bacaan. Itulah boneka pertama saya.

Sampai di rumah, saya bertanya kepada Ibu (almarhumah), apa arti kata tersebut.

"Ada harga, ada rupa, Nak." 

Selanjutnya Ibu menjelaskan, apabila ingin mendapatkan barang yang diinginkan, tentu setiap harga yang tertera minimal memberikan gambaran bagaimana penampilan dan kualitas barang tersebut. 

Meski bukan berarti bahwa barang mahal itu selalu berkualitas bagus. Ada pula barang yang tampilannya sederhana namun juga mahal. Bisa jadi karena proses pembuatannya yang rumit, kreativitas dari si pembuat juga perlu dihargai. Saya pun belajar paham hal tersebut seiring berjalan waktu. 

Ya, menghargai pembuatan segala sesuatu karena menciptakan produk tidaklah mudah. Tentu juga, kita harus mengukur diri, apakah mampu membelinya sesuai dana yang kita punya. Agar tidak sekadar nafsu untuk memilikinya tanpa mempertimbangkan manfaatnya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline