Lihat ke Halaman Asli

SISKA ARTATI

TERVERIFIKASI

Ibu rumah tangga, guru privat, dan penyuka buku

Lempar Batu, Sembunyi Tangan

Diperbarui: 21 Januari 2021   04:17

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi gambar: https://roestes.web.app/

Sepulang sekolah, selalu ada cerita baru dari mulut Daniar. Gadis kecil ini berceloteh riang kejadian yang dialaminya kepada Ibu. Wanita paruh baya yang selalu tampak ayu di mata gadis bungsunya, dengan telaten menyimak, meski tengah sibuk menyiapkan makanan dan masakan di dapur. Mbok Sumi sesekali tertawa mendengar cerita Daniar. Karena Ndoro Putrinya bercerita sambil mengatur napas.

"Nduk, kalau lagi ngomong, jangan cepet-cepet. Nanti ya begitu deh, jadi keblibet, napasmu tersengal-sengal. Pelan-pelan aja," ujar Ibu  melempar senyum.

"Emang kecepetan ya, kalau Niar lagi cerita?" sahutnya polos.

"Den Niar nih, masih aja ngeyel, lha kan sudah dibilangin sama Ibu," balas Mbok Sumi.

Gadis itu tertawa terkekeh-kekeh mengacungkan jempol kanan, sambil mengelus-elus Ciki, kucing kesayangannya.

"Niar suka berteman sama Resti, Bu. Anaknya baik, pinter, tidak pelit. Kalau dia bawa permen, Niar selalu dikasih. Temen-temen lain juga, meski tidak semuanya. Karena Resti cuma bawa sedikit aja. Terus, kalau ada pelajaran menyanyi, dia selalu ajak Niar maju ke depan bersama-sama. 'Karena suaramu tidak fals', begitu kata Resti, Bu."

"Alhamdulillaah, syukurlah kalau kamu punya kawan baik seperti Resti. Kamu juga harus baik kepadanya. Juga kepada kawan-kawan yang lain. Kalau Niar berbuat baik kepada teman, maka in syaa Allah teman pun berbuat baik kepada kita, Nduk. Ternyata, sekolah itu menyenangkan, kan?"

Daniar mengangguk mantap. "Tapi, Bu. Ada juga temenku yang nakal. Masa ada yang mengunyah permen karet, terus bekas kunyahannya ditempel di kursi. Pas temenku duduk, kan dia ga liat tuh ada bekas permen karet di situ. Nah, ketika berdiri, rok nya lengket, Bu. Jadi kotorlah! Temenku menangis karena roknya banyak lengketan. Bu Atik membantu membersihkan, tapi tetap saja takbersih karena masih ada bekasnya."

"Waduh, kok ada temen yang begitu, Nduk? Terus, apa kata Bu Guru Atik?", Ibu mengernyit. Menggeleng kepala membayangkan ulah anak-anak.

"Bu Guru bertanya ke seluruh anak di kelas, 'perbuatan siapa ini?'  tapi tidak ada yang mengaku. Akhirnya, kami semua dihukum membersihkan kelas, mengelap semua barang pajangan, dibagi per kelompok."

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline