Lihat ke Halaman Asli

SISKA AMBAR

Jangan menyerah karena lelah dan patah

Tentang Sayap-Sayap Kecil

Diperbarui: 1 Maret 2021   20:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Oleh : Siska Ambar

Bukan tentang seberapa besar pengakuan orang akan pencapaianku. Bukan tentang seberapa jauh aku melangkahkan kaki untuk memenuhi tuntutan ego. Bukan pula tentang seberapa lama aku menghabiskan waktu untuk mengejar ambisiku. Tapi ini tentang cara mengeja tiap aksara yang menyusun kata. Tentang merangkai kata menjadi kalimat penuh makna. Dan tentang cara membaca kisah seluruh dunia dalam lembaran-lembaran jendela dunia. Cerita tentang seseorang yang berusaha memberi arti dalam pengembaraannya menjelajahi sudut-sudut indah alam ini.

"Teman-teman, kenapa burung bisa terbang?" tanyaku pada murid-murid pagi ini.

"Karena punya sayap, Bunda," jawab mereka kompak.

Aku tersenyum memandang wajah polos mereka. Tak tampak raut keraguan. Terlihat dengan jelas kalau mereka sangat percaya pada kemampuan diri mereka. Tak sedikit pun bimbang menghiasi pemikiran mereka. Seperti selembar kertas polos yang menerima apa pun coretan yang ditorehkan di atasnya. 

Tak ada ketakutan untuk mengungkapkan perasaan, opini, dan ide. Dan yang paling berkesan bagiku mereka tak akan malu mengakui kesalahan dan dengan besar hati meminta maaf atas kecerobohan atau ketidaktahuan yang dilakukan. Indah dan harmonis di antara itu semua. Membuat diriku belajar tentang cara menghargai tiap insan dengan kelebihan dan kekurangannya masing-masing.

"Kira-kira kalau kita bisa terbang asyik apa tidak, ya?" lanjutku sambil memperhatikan ekspresi tiap murid.

"Asyik sekali, Bunda. Kita bisa lihat pemandangan yang bagus. Bisa terbang ke mana saja," ujar salah satu murid.

"Iya, kita jadi bisa berangkat sekolah lebih cepat. Tidak usah jalan kaki. Haha," balas murid perempuan lain sambil memeragakan gerakan burung terbang yang langsung diikuti oleh sebagian murid lain. Suasana berubah menjadi penuh tawa. Riuh karena setiap murid merentangkan tangannya lebar-lebar seolah sedang tebang di antara awan. Tak ada beban yang menahan senyum mereka. Dan mereka melakukannya dengan tulus dari dalam hati.

"Bunda Mai, ayo ikut terbang," ajak salah satu murid yang langsung disusul oleh murid-murid lain mengerubungiku. Aku pun ikut terbang bersama mereka.

Mai. Maika Nadira namaku. Bukan seseorang yang punya keistimewaan. Bukan seseorang yang luar biasa. Aku hanya seorang gadis desa biasa. Sama seperti anak muda lainnya aku juga ingin memiliki kehidupan yang lebih baik. Tapi yang paling penting aku ingin menjadi seorang perempuan yang bermanfaat. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline