Lihat ke Halaman Asli

Susilawati

Penggiat Medsos. Sadar Berbangsa dan Bernegara. Jadilah pemersatu.

Dokter Terawan vs PB IDI

Diperbarui: 3 April 2022   13:24

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Sangat terkejut dan sungguh mengejutkan, saat mendengar putusan Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) yang menyatakan pemberhentian secara permanen kepada Letnan Jenderal (Purn) Prof. Dr. dr. Terawan Agus Putranto Sp.Rad pada Muktamar PB IDI Banda Aceh, 31 Maret 2022 lalu dari keanggotaan IDI.

Mengira tayangan tersebut hanyalah sebuah lelucon karena paradoks dengan kenyataan yang diikuti dan didengarkan selama ini bahwa dokter Terawan adalah dokter penuh inovasi dan fenomenal dengan penemuan dan segala hal terkait beliau.

Inovasi yang memberi manfaat bagi kesehatan manusia tentunya seperti inovasi terapi cuci otak dengan Digital Substraction Angiography (DSA) pada tahun 2018, perawatan ini dapat membantu pasien stroke terbukti banyaknya testimoni dari mereka yang telah sembuh dengan terapi ini. Kemudian vaksin nusantara, yang juga masih dalam pro dan kontra karena BPOM menilai pengembangan vaksin nusantara tidak sesuai kaidah ilmiah dan medis, masih banyak kejanggalan dalam proses penelitiannya sehingga vaksin ini dinyatakan tidak lulus uji klinis fase 1.

Karena dianggap luar biasa, dokter Terawan terus menjadi fokus perhatian publik serta terus mendapatkan berbagai apresiasi berupa kenaikan pangkat, kenaikan jabatan bahkan menjadi menteri di era pemerintahan Joko Widodo (Jokowi). Dari ruang akademik justru mendapatkan penghargaan gelar Profesor dari Universitas Pertahanan.

Semua begitu cepat proses pencapaian itu, berdampak kerja medis yang butuh ketelitian, kehati-hatian dan kesabaran menjadi sedikit terabaikan seperti misalnya dalam hal menjalani prosedur secara kode etik medis oleh organisasi Ikatan Dokter Indonesia (IDI) sebagai organisasi profesi kedokteran di Indonesia. IDI bertugas sebagai organisasi yang menaungi para dokter di seluruh Indonesia dan organisasi ini berafiliasi dengan pemerintah melalui kementerian kesehatan.

Apakah kondisi yang luar biasa padat tersebut membuat dokter Terawan tidak punya waktu luang untuk berdialog secara terbuka dengan IDI, tentang penemuan medisnya agar dapat dijelaskan secara ilmiah dengan begitu diharapkan dapat dikembangkan lebih luas sebagai pengetahuan baru bagi dunia medis  nasional kemudian berdampak pada pemecatan tersebut?

Sejatinya apapun sumber persoalannya, karena dinamika yang tidak bisa dihindari maka terbaik agar mengesampingkan dahulu sikap merasa paling benar dan menang-menangan dari kedua pihak karena terpenting adalah terbangunnya komunikasi dua arah yang mengarah pada solusi bagi semua.

Sangat sepakat jika dunia medis Indonesia terus mengalami perkembangan inovasi yang luar biasa bukan semata untuk kebutuhan dalam negeri bahkan dunia jika dasarnya adalah keselamatan manusia.

Di sisi lain IDI harus menjalankan fungsi pengawasan dengan baik mengingat terkait medis sangat riskan, salah satunya dengan menyoroti kinerja dokter dalam membuka praktek agar fokus orientasi selalu pada keselamatan hidup manusia.

Dalam hal ini kedua pihak diharapkan bisa membersihkan jiwa dengan kerendahan hati untuk saling mendukung bagi kemajuan medis tanah air. Tidak ada masalah yang tidak bisa diselesaikan betapapun beratnya sebuah persoalan, jika spiritnya untuk kesehatan, keselamatan manusia dan bagi kemajuan medis Indonesia, itu adalah hal yang utama.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline