Lihat ke Halaman Asli

Susilawati

Penggiat Medsos. Sadar Berbangsa dan Bernegara. Jadilah pemersatu.

Usia Pencarian Jati Diri Korban Cuci Otak Organisasi Teroris

Diperbarui: 5 April 2021   21:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Keamanan. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Pixelcreatures

Miris, semakin banyak pelaku bom bunuh diri di Indonesia dilakukan oleh mereka yang berusia pencarian jati diri (< 30 tahun). Bunuh diri yang dilakukan dalam rangka menjalankan sebuah misi, walau misi tersebut membuat banyak orang lain justru menderita. 

Bagaimana tidak karena mereka direkrut dan dibina oleh sebuah organisasi teroris, sehingga terstruktur baik dan tepat sasaran. 

Remaja usia demikian memang jika tidak mendapatkan perhatian dan bimbingan dari orangtua mudah sekali menjadi korban target perekrutan organisasi teroris yang masih belum hilang dari bumi Indonesia. 

Usia labil dan mudah terpengaruh karena sedang mencari kehidupan yang sebenarnya (proses penemuan jati diri dilakukan dengan trial and error), kemudian atas nama jihad (berjuang dengan keras membela agama) sebagai perjuangan yang dijalankan, dengan terlebih dahulu mencuci otak atau mendoktrin (ajaran yang bersifat mendorong sesuatu seperti memobilisasi) remaja-remaja tersebut. 

Remaja usia pencarian jati diri sangat rentan terjebak, karena mudah bosan dan ingin mengetahui hal-hal baru sehingga saat mereka menerima keyakinan baru tersebut dengan cepat mau melakukan apapun yang sudah diterima dari doktrin tersebut. 

Saatnya bagi orangtua, harus bisa mengawasi dan memperhatikan anak usia pencarian jati diri dengan terus menjalankan peran dan fungsi sebagaimana seharusnya dalam mendidik dan mengayomi selama masa peralihan usia labil ke dewasa bahkan walau mereka sudah berkeluarga. 

Bukan berarti ingin masuk lebih dalam mencampuri urusan pribadi mereka, tetapi sebagai fungsi pengingat bahwa masih ada orangtua yang seharusnya lebih didengarkan agar mereka tetap dalam kontrol yang baik dan tidak mudah terjebak oleh doktrin-doktrin sesat yang merugikan diri sendiri, keluarga dan lingkungan.

Sudah terbukti bahwa remaja usia pencarian jati diri menjadi target dari kelompok teroris untuk melaksanakan niat jahat mereka dengan mengimingi para remaja, khususnya yang memiliki semangat hidup rendah, bahwa dengan melakukan jihad akan mendapatkan surga di akhirat. 

Alih-alih mendapatkan surga, pada dasarnya remaja yang direkrut hampir merata adalah orang-orang yang kurang mendapat kehangatan (keterbukaan komunikasi) dalam keluarga, sehingga tidak memiliki semangat untuk menjalani kehidupan seperti umumnya banyak orang, tidak mampu mengelola hidupnya dengan baik.

Akhirnya menganggap hidup rumit dan sulit, tidak tahu konsep apa yang tepat untuk dijadikan pegangan sehingga mudah sekali menerima ajakan dari pihak lain. Memang cara tercepat untuk mengakhiri hidup agar tidak lagi menanggung beban hidup yang berat yang tidak mampu diselesaikan kemudian memilih jalan pintas, salah satunya dengan menjadi pelaku bom bunuh diri. 

Pola seperti ini terus terjadi dan meluas serta membahayakan dan merugikan banyak orang tak berdosa serta mengganggu stabilitas negara, pentingnya bagi seluruh orangtua di Indonesia mengawasi anak-anak usia remaja pada jalur yang benar.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline