Sistem politik demokrasi Indonesia saat ini yang diadopsi dari demokrasi Amerika yang bertujuan untuk menjunjung tinggi perdamaian, hak azasi manusia, humanisme dan keamanan internasional, dalam UUD 1945 tertera pada BAB XA tentang Hak Azasi Manusia pasal 28 E ayat 3 yang berbunyi, setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat.
Ini sebagai dasar sikap dan perilaku bangsa Indonesia dalam menjalankan proses penyelenggaraan negara dimana pemerintah harus mendengarkan aspirasi dan pendapat dari rakyat/warga negara agar tercipta kualitas kehidupan berbangsa dan bernegara yang lebih adil, harmoni, damai, sejahtera, stabil dan berkelanjutan.
Dalam praktek demokrasi kebebasan setiap orang di ruang publik untuk menyampaikan aspirasi memiliki hak dan kekuatan serta nilai yang sama, apapun statusnya, agamanya, pendidikannya, jenis kelaminnya.
Secara umum demokrasi dapat terlaksana baik pada negara yang sudah merata baik pendidikan dan ekonomi rakyatnya (sejahtera) sehingga saat melihat sebuah persoalan, maka pemahaman dari defenisi dan cara pandang serta solusi yang seragam dan mewujudkan solusi tersebut dengan mudah.
Berbeda jika demokrasi diterapkan pada negara yang tingkat pendidikan dan ekonomi rakyatnya belum merata baik karena sangat berpengaruh pada cara pandang yang berbeda dalam melihat persoalan (berbeda kepentingan sesuai tingkat kemapanan dari setiap individu) otomatis menghasilkn solusi yang berbeda. Hal ini menyulitkan demokrasi berjalan baik dan melelahkan serta kurang efektif.
Konteks demokrasi di Indonesia lebih mirip pada tingkat pendidikan dan ekonomi rakyat yang belum merata baik. Pendidikan dimaksud bukan semata sudah menyelesaikan pendidikan formil hingga perguruan tinggi tetapi mental karakter yang terbentuk masih jauh dari spirit kebersamaan dalam proses kehidupan berbangsa.
Demokrasi yang dijalankan hampir 20 tahun terasa masih belum memberi dampak baik bagi pencapaian kemajuan program kerja pemerintah yang dapat dinikmati oleh rakyat (energi habis tersedot untuk perdebatan dalam memutuskan kebijakan antara rakyat sebagai pemilih dan Pemimpin/pemerintah sebagai yang dipilih) kecuali pada peningkatan derajat dan hak yang sama setiap warga negara dalam ruang demokrasi.
Tidak merata baik pendidikan dan ekonomi rakyat memunculkan beragam cara pandang dalam melihat masalah sehingga seringkali menjadi alot dan berkepanjangan dalam debatan yang cukup memusingkan karena saat diambil kebijakan lain seringkali ada pihak atau kelompok masyarakat lainnya yang merasakan tidak adil, begitu sebaliknya dan seterusnya, karena memiliki kepentingan masing-masing yang berbeda.
Agar terwujud demokrasi yang efektif sejatinya semua elemen, seluruh komponen bangsa dan kelompok masyarakat serta warga negara harus menurunkan sejenak egonya agar lebih mudah menghasilkan solusi yang baik untuk semua atau jika keputusan yang dibuat belum kita rasakan saat ini tidak perlu marah karena saat kebijakan dalam bentuk lainnya dibuat saat itu kita baru merasakannya, jadi tidak harus sama bentuk kebijakan yang diterima karena perbedaan tingkat pendidikan dan ekonomi rakyat.
Dengan otonomi daerah maka pemerintah daerah dalam mengambil kebijakan didasarkan pada kearifan lokal masing-masing daerah. Kecuali yang memang menjadi domain pemerintah pusat seperti kesehatan, keamanan, pendidikan, perbankan, imigrasi dan bea cukai.
Dibutuhkan kesabaran, kekuatan dan kebijakan dalam menjalankan proses demokrasi agar demokrasi semakin berkualitas karena kesamaan derajat warga negara sama di ruang publik politik/hukum adalah sebuah anugerah.