Lihat ke Halaman Asli

Sisilia Yunita Ingutali

Magister Akuntansi - Universitas Mercu Buana

Fenomena Pajak Berganda Internasional dan Rendahnya Tax Ratio di Indonesia

Diperbarui: 10 Oktober 2023   21:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber : OECD

Pajak ganda (internasional) diartikan sebagai pengenaan jenis pajak yang sama oleh dua negara (atau lebih) terhadap subjek pajak dan atas objek pajak yang sama, serta dalam periode yang identik. Dapat pula diartikan sebagai pengenaan jenis pajak yang sama oleh dua negara (atau lebih) terhadap subjek pajak yang berlainan atas objek pajak yang sama. Jenis pajak ganda menurut pengertian yang pertama merupakan pajak ganda internasional yuridis (juridical international double taxation), sementara jenis pajak ganda menurut pengertian yang kedua merupakan pajak ganda internasional ekonomis (economic international double taxation)

Untuk mencegah terjadinya penghindaran dalam pajak internasional maka pemerintah pun menerapkan tax treaty atau P3B. P3B (Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda) atau yang biasa disebut sebagai Tax Treaty merupakan perjanjian pajak antara dua negara yang mengatur hal-hal yang berkaitan dengan pembagian hak pemajakan atas penghasilan yang diperoleh/diterima oleh penduduk dari salah satu atau kedua pihak negara dengan tujuan untuk meminimalisir terjadinya pengenaan pajak berganda dan untuk menarik investasi modal asing ke dalam negeri. P3B digunakan untuk menentukan alokasi dari hak pemajakan suatu transaksi yang terjadi diantara negara sumber dan negara domisili. Dimana negara sumber adalah negara dengan tempat sumber penghasilan berasal dan negara domisili adalah negara dengan tempat wajib pajak tinggal ataupun menetap.

Salah satu fenomena Pajak Berganda Internasional yang terjadi di Indonesia adalah Pemajakan freight cargo. Pemajakan freight cargo dalam angkutan laut internasional berbasiskan klausul shipping pada Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B) sebagian besar masih memberikan hak pemajakan atau yurisdiksi pemajakan di negara domisili dalam arti hak pemajakan atas pajak freight cargo tersebut lebih didominir oleh negara domisili. Hal ini menyebabkan penerimaan pajak freight cargo di Indonesia lebih rendah. Faktor kendala yang dihadapi dalam yurisdiksi pemajakan atas freight cargo adalah Indonesia sebagai negara sumber tidak dapat memajaki freight ekspor atas negara domisili yang mana hak pemajakan atas freight memiliki potensi untuk penerimaan negara (Inggit Puspita Wardani & Chairil Anwar Pohan, 2021).

Adapun tujuan-tujuan yang dimiliki P3B seperti mencegah pengelakan pajak, memberikan kepastian hukum, sebagai alat pertukaran informasi, penyelesaian sengketa dalam P3B, non diskriminasi, dan sebagai bantuan dalam penagihan pajak. Dikarenkan jika terjadi pengelakan/penghindran pajak maka hal tersebut juga akan mengakibatnya menurunnya tax ratio di Indonesia.

Mengapa tax ratio Indonesia rendah adalah pertanyaan yang sering lontarkan terhadap kinerja pemerintah dalam melakukan pemungutan pajak. Definisi tax ration secara umum merupakan perbandingan antara penerimaan pajak dengan Produk Domestik Bruto (PDB) dalam suatu periode waktu tertentu. Atau bisa dikatakan bahwa tax ratio menggambarkan seberapa besar penerimaan pajak yang dikumpulkan dalam suatu negara.

Berdasarkan data yang ada besaran tax ratio yang dimiliki Indonesia dalam 10 tahun terakhir berkisar antara 8-11%, dimana capaian tersebut merupakan salah satu yang terendah di negara Kawasan ASEAN.  Berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Pajak, dalam sepuluh tahun terakhir capaian penerimaan pajak berkisar antara Rp 1.000 - 1.700 triliun. Sedangkan PDB dalam sepuluh tahun terakhir berkisar pada angka Rp 10.000 - 20.000 triliun.

Berdasarkan data yang diolah dari penerimaan pajak tersebut, Sektor Usaha Skala Menengah dan Besar berkontribusi lebih dari 95 persen total penerimaan pajak. Sedangkan penerimaan pajak dari Sektor Usaha Menengah dan Kecil (UMKM) berkontribusi kurang dari 5 persen porsi penerimaan pajak.

Indonesia sendiri untuk penghitungan tax ratio menggunakan metode pertama dimana penerimaan pajak pusat dibagi PDB dikarenakan selama ini APBN menggunakan metode seperti itu, namun ketika tax ratio indonesia dibandingkan dengan negara lain menggunakan pendekatan data yang dianut oleh OECD sesuai himbauan Direktorat Jenderal Pajak, maka tax ratio Indonesia tetap lebih rendah

Salah satu penyebab rendahnya tax ratio adalah rendahnya penerimaan pajak oleh karena itu yang dapat dilakukan untuk menaikkan tax ratio Indonesia adalah dengan cara melakukan optimalisasi penerimaan pajak terutama dengan meningkatkan tingkat kepatuhan wajib pajak serta meminimalisir kebocoran penerimaan pajak. Optimalisasi penerimaan pajak dapat dilakukan dengan :

  • Perluasan populasi wajib pajak orang pribadi, penyederhanaan administrasi PPh OP serta penguatan, pembenahan dan penambahan sumber daya manusia di otoritas perpajakan
  • Kebijakan pengurangan kelompok barang atau jasa yang bebas PPN yang tidak memberi manfaat besar bagi perekonomian namun mengorbankan potensi penerimaan;
  • Peningkatan efisiensi mekanisme restitusi dan audit PPN yang belum optimal untuk meningkatkan penerimaan PPN sehingga mendekati potensi yang ada
  • Melibatkan partisipasi publik dalam hal pengawasan serta penerapan sistem "Reward and Punishment" bagi bagi wajib pajak dan petugas pajak;
  • Harus ada kebijakan yang sinkron antara kebijakan moneter dengan kebijakan fiskal untuk mencapai keseimbangan ekonomi sehingga potensi penerimaan pajak tidak hilang akibat kebijakan yang kontra-produktif terhadap upaya peningkatan penerimaan pajak;
  • Evaluasi atas pengenaan pajak ekspor dan tax holiday untuk pioneer industry, Menurut Angel Gurria Sekretaris Jenderal OECD struktur pajak di Indonesia itu bagaikan keju yang banyak lubangnya dan saat ini banyak perusahaan yang ingin berada di dalam lubang itu. Padahal mereka itu sebenarnya tetap saja datang ke Indonesia meskipun tidak disediakan insentif pajak apapun karena pertumbuhan ekonomi yang relatif kuat dan stabil serta besarnya potensi pasar.

Tax ratio pada hakikatnya selain menjadi ukuran penerimaan pajakjuga menunjukkan beban pajak yang harus ditanggung masyarakat. Semakin tinggi tax ratio, semakin besar pula penerimaan pajak dan dengan demikian, semakin leluasa pemerintah membiayai penerimaannya. Tax ratio Indonesia relatif lebih rendah jika dibandingkan dengan negara-negara Asia Tenggara, negara anggota G-20, bahkan jika dibandingkan dengan negara-negara Afrika. Beberapa cara untuk meningkatkan tax ratio adalah dengan melakukan optimalisasi penerimaan pajak terutama dengan meningkatkan tingkat kepatuhan wajib pajak serta meminimalisir kebocoran penerimaan pajak sehingga Indonesia bisa sejajar dengan negara anggota G-20 dalam hal Tax Ratio

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline