Lihat ke Halaman Asli

Hasna A Fadhilah

Tim rebahan

Menyoal SOTR yang Tidak Ramah Lingkungan

Diperbarui: 4 Juni 2018   13:12

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

trivia.id

Meski tiap tahun diwarnai protes dan kritik karena lebih banyak memberikan dampak negatif, Sahur on the Road/SOTR hingga kini masih sering dilangsungkan oleh masyarakat, terutama dari beberapa komunitas pemuda. Selain menjadi ajang silaturahmi dan berbagi kasih, mengadakan SOTR dianggap menjadi bukti eksistensi tersendiri bagi kelompok muda-mudi. Sehingga tidak heran, walaupun kerap dilarang dan dikecam oleh warga sekitar, kegiatan ini masih berlanjut terus.

Dalih panitia SOTR biasanya adalah mereka hanya berniat untuk berbagi sedikit rejeki bagi mereka yang membutuhkan, tidak kurang dan tidak lebih. Namun niat tulus mereka malah lebih sering dinodai oleh oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab, yang akhirnya berujung dengan tawuran hingga vandalisme di tempat-tempat publik. Mengantisipasi fenomena ini, kemudian banyak pihak menyarankan agar SOTR dialihkan saja ke masjid atau yayasan yatim piatu. Bukan hanya untuk meminimalisir kejadian yang tidak diharapkan tadi, tetapi juga untuk menghidupkan masjid di sepertiga malam terakhir.

Mendengar saran-saran tersebut, saya sih setuju-setuju saja. Menurut saya, SOTR tidak hanya berisiko mengganggu keamanan, tapi bila ditilik lebih jauh lagi, aktivitas ini juga tidak ramah lingkungan. Selain boros bahan bakar, yang konsumsinya di hari biasa sudah cukup tinggi, yakni 1,6 juta barel per hari (SKK Migas, 2017).

Penyelenggara SOTR kerap menggunakan styrofoam dan plastik saat membagikan makanan ke warga miskin. Hal ini tentu disinyalir akan menambah panjang beban sampah plastik Indonesia yang sudah mencapai 175.000 ton per dua puluh empat jam dan menempatkan negeri kita tercinta sebagai penyumbang sampah plastik terbanyak kedua di dunia. 

Bayangkan, bila SOTR dipindahkan tempatnya ke masjid atau panti asuhan, layanan catering justru bisa memanfaatkan piring dan alat-alat makan lain yang bisa digunakan ulang sehingga lebih bersahabat dengan bumi. 

Ditambah lagi, arak-arakan kendaraan bermotor SOTR yang melewati pemukiman warga sering menyisakan asap knalpot yang tidak hanya menyebabkan polusi udara, tetapi juga memekakkan gendang telinga karena terlalu berisik.

Okelah bagi umat islam yang pada saat itu bangun sahur, bagaimana dengan saudara-saudara kita non-muslim yang harus terganggu istirahatnya karena kegaduhan yang ditimbulkan? Bukankah Ramadan mengajarkan kita untuk meningkatkan rasa toleran, bukan malah mengganggu ketertiban?

Menilik deretan mudarat di atas, saya kira sudah saatnya kita mengganti nama SOTR menjadi SATM atau Sahur at the Mosque agar suasana bulan puasa kita lebih tentram dan harapannya, masjid pun lebih termakmurkan.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline