Lihat ke Halaman Asli

Rosmani Huang

Karyawan Swasta

Pesona Keindahan Alam di Titik Nol Kilometer Selatan Indonesia

Diperbarui: 25 Agustus 2022   19:36

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Berpose depan tiang bendera di Titik Nol Km Selatan Indonesia (dokpri)

Sehari setelah tiba di Pulau Rote, kami pun meluncur ke Titik Nol Kilometer Selatan Indonesia. Tepatnya sehari setelah hari ulang tahun ke-77  negara kita tercinta ini.  Sebenarnya Titik Nol Kilometer  tidak termasuk itenary perjalanan kami di Pulau Rote. Untuk ke tempat ini, kami tukar dengan Pantai Oelangga dan Bukit Dano Fulak yang harusnya merupakan  tempat  wisata yang akan kami kunjungi .

Kenapa kami bisa berkeinginan untuk mampir ke Titik Nol Kilometer Selatan Indonesia ini? Saat menunggu keberangkatan kapal ke Pulau Rote di tenda darurat Pelabuhan Tenau, saya sempat berbincang-bincang dengan salah seorang bapak yang tinggal di Pulau Rote. Beliau sempat menyebutkan tentang Titik Nol Kilometer ini. Hanya menurut beliau jalannya rusak.

Jadi saat berada di mobil jemputan dari bandara ke tempat makan, saya sempat menanyakan ke mas Ervan, guide kami selama di Pulau Rote, ada apa sih di Titik Nol Kilometer ini. Menurut mas Ervan, tidak ada apa-apa, hanya satu tiang saja. Tetapi ada pantai di sana.  Begitu mendengar ada pantai, maka saya dan Indri, langsung mengiyakan untuk menjajaki Titik Nol Kilometer tersebut.

Pulau Rote merupakan salah satu dari empat titik nol kilometer Indonesia berada. Mulai dari Barat berada di Sabang, Timur berada di Merauke, Utara berada di Miangas dan Selatan di Pulau Rote.

Perjalanan ke Titik Nol Kilometer dari “Rumah makan Solo” sekitar 2 jam. Jam 08.00 waktu setempat kami sempat mampir ke Batu Bolong Termanu (tempat wisata ini akan saya tuliskan di artikel lain). Setelahnya kami langsung meluncur ke RM Solo untuk membungkus makan siang kami, yang akan kami bawa untuk makan siang di Titik Nol Kilometer.

Perjalanan menuju ke sana sangat menantang karena jalanannya yang rusak dan naik turun. Tetapi semua ini terobati dengan keindahan panorama alamnya. Dua jam perjalanan tidak terasa sama sekali.

Kita melewati bentangan persawahan yang menurut saya cukup unik. Berdekatan, tetapi bagaikan langit dan bumi kondisinya. Satu sisinya kering kerontang berwarna kecoklatan, sebaliknya sisi sebelahnya sangat hijau dan indah. Menurut mas Ervan, karena persawahan hijau itu masih ada aliran airnya.

Bentangan persawahan yang kondisinya bagaikan langit dan bumi (dokpri)

Saat melewati kawasan hutan, kita disuguhi beragam pepohonan hijau di kanan kirinya yang menyegarkan mata.

Hijaunya pepohonan di kanan kiri jalan (dokpri)

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline