Lihat ke Halaman Asli

sisca wiryawan

A freelancer

Jurnal Hantu, Bab 12 - Kunti Merah Bagian 3

Diperbarui: 20 September 2024   10:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber gambar: pixabay.com.

Tepat jam sembilan pagi Pak Doni dan Fina mengantar aku, Ranko, dan Tama menjelajah Kedai Oishi yang terdiri atas dua lantai. Lantai pertama merupakan dapur, toilet, dan ruang makan. Lantai kedua merupakan ruang makan dengan konsep roof top. Ada gazebo-gazebo kecil untuk pelanggan sehingga lebih privacy. Agar tampak asri, banyak tanaman hias yang digantung di sekat-sekat gazebo. Aku sangat menyukai deretan bonsai yang tertata rapi di antara gazebo. Desain kedai ini minimalis dan sangat cantik hingga Ranko melupakan tujuan utamanya datang ke kedai ini. Ia malah asyik selfie dan mem-vlog. Tama pun teracuni tingkah Ranko. Ia juga asyik menggesek-gesekkan tubuhnya ke tanaman rosemary.

Setelah puas berkeliling di lantai dua dan merasakan hangatnya sinar mentari, aku dan Ranko memutuskan untuk memeriksa halaman kedai. Khususnya, di area penampakan si kunti merah. Tapi, pencarian kami kembali nihil. Tidak ada yang mencurigakan. Tidak ada gundukan tanah yang mungkin merupakan area jimat ilmu hitam dikuburkan. Oleh karena itu, kami memutuskan untuk memeriksa lantai satu kedai dengan lebih seksama.

Aku memimpin rombongan kecil ini menuju toilet yang berada di sudut lantai satu. Nihil. Tak ada yang ganjil baik di toilet pria maupun toilet perempuan.

CLAK. CLAK.

CLAK. CLAK.

"Ah, selalu saja keran di toilet perempuan ini bocor," keluh Pak Doni. Ia menutup erat keran itu. Tapi, tak berapa lama air kembali menetes.

"Ray, lihatlah. Air keran itu berubah menjadi darah," bisik Ranko. "Aku mulai merasakan kehadiran kunti merah."

Aku menatap keran itu dengan nanar. Tanpa menghiraukan tangan Ranko yang menahanku, aku menghampiri keran wastafel dan mengetuk dinding tempat menempelnya keran tersebut.

Jantungku berdegup kencang. Terasa ada gema pada ketukanku yang menandakan ada ruang kosong di dinding tersebut. "Pak Doni, bagaimana jika nanti kerannya dibongkar saja dan diganti? Lalu, tolong periksa di belakang keran apakah ada ruang kosong?"

Pak Doni mengiyakan tanpa banyak bertanya. Ia mengusap keningnya yang berkeringat.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline